🐣45. Diam dalam luka🐣

1.4K 124 28
                                    

.

.

.

🐣Kamu hanya bisa mengenalku dari jauh, menilaiku dari mulut orang lain, tanpa kamu sadar aku menanggung rasa sakit ini agar tidak menyebar luas ke seluruh tubuhku, namun waktunya sudah terlambat, luka ini sudah merasuki semuanya dan meresap semua angan-anganku.🐣








Di tengah teriknya matahari, Luny memutuskan untuk tetap berjalan meski membuatnya kepanasan. Memang hal ini mampu membuatnya terbakar, tetapi lebih panasnya lagi melihat Azer dan Yenzi yang semakin romantis. Sejak tadi pagi, mereka selalu berdekatan, saling bergandengan tangan, saling melempar senyum, seolah yang hidup di dunia ini hanya mereka berdua. Luny turut bahagia, saat Yenzi mengedipkan matanya pada Luny. Pertanda bahwa cara yang diajarkan Luny, sukses membuat Azer nyaman dengannya. Sama saja, menyakiti diri sendiri. Entahlah Luny seakan lebih senang, karena lukalah yang menjadi teman hidupnya.



"Siang, Luny cantik. Hmm, mau kemana lo? Nggak panas apa?" Tanya Arwan ketika berpapasan dengan langkah Luny, ada Dedi dan Nandi juga. Gadis itu menggeleng malas pertanda tak ingin diganggu, tetapi Arwan semakin menjadi.

"Lo liat nggak? Kelicikan si Yenzi yang udah rebut Azer dari lo?" Tanya Arwan memajukan wajahnya, seolah teman akrab. Dedi dan Nandi juga ikut memajukan wajah karena penasaran. Luny terdiam sejenak, sambil mengibaskan rambutnya yang panjang ke arah belakang.

"Lun, sebenarnya Azer itu sayang sama lo, tapi trik lo kurang mapan buat jinakkin kodok liar kayak dia," tambah Dedi sok tahu.

"Udah, gini aja. Mending lo bubarin hubungan mereka, gue sih setujunya Azer jadi pacar lo, tapi malah jadi mantan tai," sindir Arwan menahan gelak tawanya.

"Cinta nggak bisa dihalangi, Ar. Kalaupun mereka udah ditentukan bersama, kenapa gue harus jadi penghalang?" Jawab Luny dengan sabar. "Gua udah biasa. Udah biasa terluka, sejak kecil." Gadis itu menatap langit seolah mengadu perihnya hidup.



"Kalaupun si Azer sekarang dekat sama si Yenzi, tapi lo ditakdirkan jadi milik Azer gimana? Hari esokkan kita nggak tau, banyakin doa, jangan kayak si Dedi lebih banyak ngorek kupil," cetus Nandi. Dedi membulatkan matanya dengan kesal lalu memukul bahu Nandi dengan botol minuman miliknya.

"Gue yakin, yakin, yakin aja sih." Dedi menganggukkan kepalanya.

"Yakin apaan?" Tanya Arwan.

"Yakin kalau lo jadi milik gue," balas Dedi dengan senyum manisnya. Arwan menepuk pipi Dedi degan jijik.

"Sorry, gue normal. Bukan gay, lagian kasihan tuh si Tuti, percuma dia cewek kalau lo nggak naksir." Arwan menunjuk ke arah gadis gemuk yang sedang melangkah ke arah mereka. Dedi membuka matanya lebar-lebar, Tuti makin hari makin gemuk. Hitamnya juga nambah, jadi makin gelap. Arwan dan Nandi juga ikut memperhatikan langkah Tuti bagai kulkas yang siap menimpa para semut.


"Mata lo semua dijaga ya! Gue kesini bukan jadi bahan tontonan kalian!" Tegas Tuti ketika sudah berada di hadapan mereka. Gadis itu memandang Luny dengan kasihan, sebab ia tahu persis fase apa yang sedang dijalani sahabatnya dan bagaimana rasa sakitnya.

"Hayo, lo ke sini pasti mau ketemu sama Dedi, nih udah siap dibungkus bawa pulang jadikan penghilang lemak," sahut Arwan mendorong tubuh Dedi agar berdekatan dengan Tuti. Segera Tuti mendorong kembali tubuh Dedi agar jauh darinya.

"Gue nggak butuh penghilang lemak, gue butuh penghilang luka!" Sergah Tuti serius. Luny menatap Tuti dengan senyum yang tipis. Sesak mendengarnya. Tuti segera merangkul Luny dengan lembut ke arahnya, sambil berbisik, "Lo nggak sendiri, Lun. Gue janji bakal bantuin lo."

Luluh tapi Luka [ END ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang