2.Terima kasih

3.9K 325 68
                                    


.

.


Terima kasih telah menjadi pahlawan untuk anak ayam yang malang seperti ku.




Mereka berhenti di lorong yang sepi sebelah laboratorium. Suasana sangat hening, hanya ada dua remaja yang saling bertatapan. Jarang ada siswa siswi yang berlalu lalang disana. Lelaki itu memperhatikan tubuh mungil yang ada di depannya, ia menatap wajah Luny yang amat polos. Hati kecilnya ingin melindungi Luny yang basah kuyup. Rambutnya ikut basah dan menempel di bagian pelipisnya, bibirnya tampak pucat, sorot matanya terlihat sayu. Bahkan seragam putihnya sedikit transparan sehingga menembus pakaian baju dalamnya dan bodohnya Azer memperhatikan bagian itu dengan lama.

"Astaga pikiran apa ini!" batin lelaki itu dan memutuskan pandangannya dari Luny.

"Kit-kita ngapain disini?" tanya Luny memecah keheningan, sambil menggosok-gosokkan lengannya dengan telapak tangan sendiri, agar mendapatkan sedikit suhu yang hangat. Tanpa berpikir panjang Azer membuka jaket kulit berwarna hitam miliknya, lalu menyelimuti tubuh mungil itu.

"Kita kesini, biar lo nggak di bully lagi sama orang banyak!" Jawab Azer asal dengan nada jutek. Wajahnya mengeras saat Luny tersenyum manis ke arahnya. Selain itu ia tak ingin gadis polos ini trauma dengan kejadian tadi.

"Ma-ma makasih." Luny gugup, pipinya bersemu merah dan menghangat tak jelas, serta jantungnya yang berdetak cepat. Bagaimana tidak? Azer terlalu dekat berdiri di depannya, wajah lelaki itu menatap fokus ke matanya dan kedua tangan Azer sedang memegang kedua bahu Luny. Meski wajah lelaki itu jutek, tetapi mampu memikat hatinya, rasanya gadis itu ingin tenggelam ke dalam jaket yang sedang ia pakai.

"Biasa aja, nggak usah gugup lo!" balas Azer dingin, lalu melepas tatapan dan tangannya dari Luny. Hal ini membuat Luny merasa tenang dengan denyut jantungnya.

"Luka lo yang di bibir itu gimana? gue bawa tisu nih," tawar Luny menyodorkan selembar tisu dari tas ranselnya.

"Nggak perlu!" balas Azer dengan cepat. Memalingkan wajahnya ke arah lain.

"Terus kalau infeksi gimana? 'kan gara-gara gue lo jadi gini," tutur Luny lembut menarik perhatian wajah Azer untuk menatap wajah gadis itu lagi.

"Sadar lo? Ya udah sini!" Azer menarik paksa tisu dari tangan Luny. Gadis itu tersenyum kecil, ternyata orang cuek bisa nurut meski caranya bikin tegang. Azer membersihkan luka di pinggir bibirnya, sementara Luny cengar-cengir bahagia.

"Eh kenalin, gue Luny anak kelas IPA 1." Dengan percaya diri dan senyum ceria, ia menjulurkan tangannya berharap lelaki itu melakukan hal yang sama.

"Gue Azerio Krisal, panggil gue Azer!" balas lelaki itu tanpa menatap Luny dan tidak menerima jabatan tangan gadis itu sama sekali.

"Oh, makasih yah Azer, lo udah nolongin gue, coba aja kalau lo nggak ada. Hehe, bisa-bisa gue di jadiin--" ucap Luny terpotong.

"Ia, sama-sama. Pesan gue, kalau lo direndahin jangan bodoh! balas kalau bisa!" tegas Azer menatap serius bola mata hitam Luny.

"Emang di mata lo gue bodoh ya?" Luny menatap lekat wajah lelaki yang berdiri di depannya. "Ajarin gue dong biar pintar," tambah Luny, pupil mata gadis itu membesar hingga terkesan mengemaskan.

"Bukan gitu, lo kalau dihina, dibully, dibenci lo-"

"Harus ngebalas?" jawab Luny.

"Ya, harus! Supaya orang lain nggak sesukanya buat lo sebodoh ini!" Azer sedikit naik darah, rasanya ia ingin memutar otak gadis itu.

Luluh tapi Luka [ END ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang