Hari ini langit sangat cerah, tidak ada gumpalan-gumpalan awan, yang ada hanya awan putih lembut seperti kapas yang berhamparan
★***
Senja terdiam di teras balkon, menikmati hari yang cerah ini. Tidak. Mungkin sangat cerah, namun indah. Bahkan kameranya mengambil beberapa potret langit di atasnya. Hasilnya sangat memuaskan--terlihat langit yang biru cerah bak lautan, dan hamparan awan putih yang nampak halus bak kapas yang bertebaran. Tidak seperti biasanya yang menunjukan gumpalan-gumpalan.
Hembusan angin yang beraturan nan tenang, membuat dirinya merasa sejuk. Handphone yang di pakai untuk mengambil gambar langit, kini berdering, membuatnya mengangkat sambungan tersebut.
"Lagi apa?"
Sebuah pertanyaan menjadi pembuka obrolan mereka.
"Coba tebak."
Yang matanya lihat sekarang adalah, kuku-kuku yang menghiasi jemarinya.
"Pasti lagi mikirin gue, kan?"
"Tebakan yang salah."
Terdengar helaan napas dari sebrang sana, seolah-olah kecewa dengan jawabannya.
"Padahal gue lagi mikirin lo."
"Tapi aku gak nyuruh." Balas si gadis dengan tersenyum--menggigit bibir bawahnya pelan.
"Yaudah."
Ucapan di sebrang sana terdengar singkat, membuat Senja mengerutkan keningnya.
"Marah?"
"Enggak."
"Beneran?"
"Iya."
"Kok singkat gitu jawabnya."
"Gueee gaaak maraaah."
Gadis itu terkikik geli, ketika mendengar suara di sebrang sana yang amat sangat terpaksa.
"Sayang."
"Gak usah panggil sayang." Si gadis membalas demikian karena merasa aneh.
"Kenapa? Lo belum pernah manggil gue sayang. Coba sekali aja, panggil gue sayang."
"Gak mau."
"Kenapa sih sayaaang."
"Lebay."
"Gak lebay."
"Gak mau."
"Biar romantis sayaaang."
"Alay. Kaya ABG."
"Anak baru gede?"
Senja mengangguk dalam gumamannya.
"Tapi kan kita ABC."
"Apa itu?"
"Anak baru cinta."
KAMU SEDANG MEMBACA
Menunggu Senja (End)
Teen FictionSeorang gadis cantik, baik, pintar, yang bernama Senja. Dia adalah sosok gadis yang agak tertutup. Tidak terlalu dekat dengan orang baru yang ia kenal. Termasuk dengan Austin. Austin? Iya. Awalnya dia adalah murid baru, sekaligus anak dari pemilik...