10. Di Hukum

24 3 0
                                    

Semua kesalahan pasti selalu ada hukumannya

***


Drrttt

Drrtt

Drrtt

Suara alarm dalam mode getar, tidak kunjung juga membangunkan sang pemiliknya. Kedua matanya masih terpejam, dengan sesekali menggumam, lalu merapatkan selimut yang dipakai.

Drrttt

Karna sepertinya, alarmnya itu tidak akan diam jika ia belum bangun.

BRAKKK

Senja mendecak kesal. Jam wekernya terjatuh dari atas nakas, karna ulah tangannya sendiri.

07.33

"HAAAAAAAKKK."

Keterkejutan dipagi hari adalah kesialan yang bisa membuat jantung berpacu cepat. Kedua matanya masih setia terbuka lebar, melihat angka yang tertera di jam wakernya.

"Gue telat."

Gerakan refleks yang langsung membawanya turun dari atas ranjang, berlari mengarah pada kamar mandi--hanya untuk mencuci muka dan menyikat giginya dengan gerakan super cepat. Keluar dengan setajam jantung yang masih berdebar kencang, sampai membuka lemari dan mengambil seragam.

Sekali lagi, ia harus memasukan buku-bukunya kedalam tas. Tidak tahu sekarang pelajaran apa saja, dan buku mana yang ia ambil dari atas meja belajarnya.

"Kenapa harus sekaraaaaang." Geramnya begitu kesal. Ikatan tali sepatunya mengajaknya untuk ribut.

Ceklek

Ia sudah mengunci rumahnya. Satu hal yang dipikirkannya sekarang adalah, bagaimana cara ia berangkat sekolah.

"Apa gak usah sekolah aja yah?" Gumamnya, bertanya pada diri sendiri.

***

"Tuh kan. Sekarang upacara."

Ia bahkan lupa, bahwa hari ini adalah hari senin. Dan seharusnya, ia tidak berangkat sekolah saja hari ini. Sudah tahu terlambat, mau coba masuk?

"Pak."

Satpam yang dipanggil dengan cepat berjalan mengarah gerbang.

"Kamu telat!" Instruksinya, dengan wajah yang dibuat garang.

"Iya pak." Jawab Senja.

"Kenapa sampai telat! Sudah tau kan hari senin. Harus datang pagi-pagi untuk upacara!" Ucapnya begitu tegas.

"Tadi jalanannya macet pak. Rumah saya juga jauh dari sini, makanya saya telat." Ucapnya beralibi.

"Kalau kamu mau sekolahnya deket, jangan sekolah di sini! Cari saja sekolah yang dekat sama rumah kamu." Ucap satpam itu, dengan nada yang sedikit membentak.

Menyebalkan.

Yang Senja lakukan sekarang hanya diam. Ia merasa sangat disudutkan oleh mantan polisi ini--yang merangkap menjadi satpam sekolah.

"Nama kamu siapa?" Ucapnya bertanya, dengan ekspresi wajah yang masih sama--garang.

"Senja."

"Kelas berapa?"

"XI IPS A."

"Kamu tunggu disini! Nanti kalau upacara selesai, kamu datang ke ruang guru piket! Minta surat izin masuk kelas." Perintahnya.

***

Waktu pun berlalu. Upacara bendera sudah selesai. Namun hukuman langsung menyambutnya dengan penuh tekanan.

Menunggu Senja (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang