Secercah kebahagiaanku ada bersama keluargaku. Tapi titik dari semua kebahagiaanku ada bersamamu
★***
Jalanan kota dihari weekend seperti ini memang terlihat dua kali lebih macet daripada biasanya. Suara pekikan klakson kendaraan yang terus terdengar bersahut-sahutan, juga dengan banyaknya penjalan kaki di trotoar.Motor Austin berhenti, tepat di perempatan jalan--karena lampu lalu lintas sedang memunculkan warna merah andalannya.
"Boleh peluk pinggangnya?" Tanya Senja, sedikit memajukan kepalanya agar lebih dekat pada Austin.
"Jangan." Ucap Austin, masih menatap lurus pada jalanan didepan. "Jangan pernah tanya gitu lagi." Lanjutnya, sedikit menolehkan kepalanya kesamping, membuat Senja menarik sudut bibirnya.
"Kok gak dipeluk?" Tanya Austin, yang tidak merasakan apapun yang melingkari pinggangnya.
"Gak jadi."
"Kenapa?"
"Lampu merah berubah jadi hijau."
Austin sedikit mendecak. Ia kembali menjalankan motornya, bersama dengan kendaraan lainnya.
***
Dufan.
Kedua mata Senja berbinar, melihat pemandangan yang ramai akan banyaknya orang-orang, yang juga menghabiskan hari liburnya, untuk mengunjungi tempat seperti ini.
"Gue mau naik itu."
Senja menunjukan salah satu wahana disana dengan antusias dan semangat--persis seperti anak kecil yang meminta pada orangtunya.
"Biang lala?" Tanya Austin memastikan, membuat gadis itu mengangguk cepat.
Kepala Austin tertoleh kebelakang, melihat sepasang remaja lain, yang juga tengah menikmati suasananya."Vin."
Austin memanggilnya.
"Apa?" Sahut Vino, yang langsung melihat pada cowok didepannya.
"Kita mau naik bang lala. Kalian mau naik juga gak?" Tanyanya, ingin mengajak.
"Mau. Mau banget." Jawab Dania, dengan bersemangat. "Kita naik yah." Ucapnya pada Vino.
Mereka berempat mulai mengantri untuk membeli karcis. Banyak orang-orang yang ingin menaiki wahana itu juga, menyebabkan antrian yang panjang.
Setelah mendapatkan karcis yang diinginkan, dua pasang remaja itu mulai naik kedalam biang lala. Dan tak lama, wahana itu mulai bergerak maju, dan naik
"Pemandangan dari sini bagus."
Kedua jemarinya memegangi sela-sela besi kurungannya. Matanya menelisik dibaliknya.
Lalu, biang lala bergerak menurun. Membuat gadis itu memegang kuat-kuat besi disampingnya. Kedua matanya terpejam erat, dengan mulut yang terkatup rapat.
"Takut?" Tanya Austin.
"Lumayan." Jawabnya.
***
"Gue mau naik lagi."
Senja berdiri ditengah-tengah lautan banyak orang. Kepalanya sedikit menengadah, menatap sekelilingnya dengan binar antuasias.
"Mau naik apa?" Tanya Austin.
Senja mengedarkan pandangannya pada segala penjuru sudut, ia tengah berfikir ingin naik yang mana.
"Kalo itu, gimana?" Tunjuk Austin, pada salah satu wahana, membuat Senja mengikuti arah telunjuknya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Menunggu Senja (End)
Novela JuvenilSeorang gadis cantik, baik, pintar, yang bernama Senja. Dia adalah sosok gadis yang agak tertutup. Tidak terlalu dekat dengan orang baru yang ia kenal. Termasuk dengan Austin. Austin? Iya. Awalnya dia adalah murid baru, sekaligus anak dari pemilik...