19. Good night?

16 2 0
                                    

Rahasia mampu membuat kepercayaan dalam hubungan apapun menjadi hancur. Percaya tidak percaya, tapi itulah kenyataannya.


"Eh, sudah pulang sayang." 

Langkah Senja terhenti di sana, saat mamanya berjalan menghampiri dengan kedua tangan yang terbuka untuk memeluk kedatangannya.

"Mama kapan pulang?" Jelas gadis itu merasa bingung sendiri mendapati orangtuanya sudah kembali di rumah tanpa kabar sama sekali.

"Memangnya kamu gak liat mobil papa di depan?" Tanya mamanya itu dengan sebelah tangan yang bertengger di pinggang.

Senja menggeleng menatap mamanya, sesaat setelah melihat kembali pada arah pintu ke luar.

***

Merebahkan tubuh di atas ranjang saat diri merasa letih, memanglah membuatnya sangat nyaman. Namun tetap saja, ada sesuatu yang membuatnya cukup gelisah di dalam sana.

Wajah gadis itu tertekuk lesu. Kedua matanya memandangi langit-langit kamar dengan sedikit sendu.

"Kenapa Austin malah milih nganterin Aurell daripada pulang bareng?"

Rasa sesak itu hadir. Rasa sakit yang menyerang hatinya itu terasa membuatnya ingin menangis kali ini. Ah lagi-lagi cinta tidak sepenuhnya membuat ia yakin jika ia benar bahagia.

"Kok sakit ya? Di cukein gitu aja kaya tadi."

Napasnya mulai terasa berat. Dadanya sedikit sesak dan ia hanya bisa menutupi kedua matanya dengan sebelah tangan.

"Gak boleh mikir macem-macem. Gak semua hidup Austin itu tentang aku aja. Gak boleh egois. Aurell itu sahabatnya Austin. Jadi wajar mereka pulang bareng."

Ia kembali menurunkan sebelah tangan yang menutupi kedua mata. Di tatapnya langit-langit kamar itu dengan mata yang mulai berkaca-kaca, menggenang di sudut-sudut.

"Gak boleh cemburu. Gak boleh. Pokonya gak boleh."

Lagi dan lagi, yang bisa di lakukannya hanyalah menyemangati dirinya sendiri. Berusaha menahan rasa yang membuat dadanya sesak--cemburu.

***

Senja menutup pintu kamarnya. Lalu kakinya berjalan untuk mengambil handphonenya sendiri. Ia mengeceknya--namun tidak ada satupun pesan seperti biasanya.

Gadis itu duduk di atas ranjangnya, dan mulai mengetikan sebuah pesan pada room chat antara dirinya dan Austin.

Lagi apa?
Udah makan?

Senja menunggu balasan dari cowok itu untuk beberapa saat. Namun nyatanya, tidak ada balasan sama sekali yang datang untuk membunyikan notifikasi.

"Kok gak di bales?"

Jemarinya mulai kembali mengetik di atas keyboard.

Lagi sibuk?

Matanya masih menatap layar handphonenya. Menunggu balasan yang sama sekali tak kunjung datang dari si cowok.

"Tumben gak bales. Apa udah tidur?"

Jemarinya mulai bergerak kembali sesaat setelah menggumam sendiri, untuk mengetikan kalimat yang setidaknya ia harus sampaikan.

Udah tidur ya?
Good night.
Mimpi indah.


Rasa sesak tadi menghampirinya kembali. Ia langsung menaruh handphonenya di atas nakas, dan membaringkan tubuhnya dengan sangat letih tak bersemangat.

Menunggu Senja (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang