Austin mencoba mengumpulkan ranting yang ada di sekitarnya, untuk bisa jadikan api unggun--setidaknya akan membuat tubuh mereka berdua hangat. Tangannya merogoh korek api di saku celananya, lalu menyalakannya.
Api unggun terbentuk. Warna merah bata menyala kekuningan menjadi cahayanya pada gelapnya malam yang pekat. Si gadis hanya bisa menggosok kedua belah tangannya.
"Dingin?"
Si gadis mengangguk.
Austin segera menggeser posisi duduknya. Sebelah tangan kanannya memeluk si gadis dari samping dan ikut menggosokkan kedua tangannya agar menambah kehangatan yang dirinya salurkan.
"Kita lanjut pulang sekarang atau istirahat dulu di sini?" Si cowok bertanya karena ingin memberi pilihan.
"Terserah."
"Kalo gitu kita di sini aja dulu."
Si gadis menoleh tepat menatap sedikit bagian hidung milik Austin. "Kenapa? Bukanya tadi ngajak balik ke tenda?"
"Berduaan dulu kenapa sih. Mau banget balik sekarang ke tenda?" Ucap si cowok balik bertanya dengan menundukkan wajahnya.
Si gadis menggeleng pelan.
"Harusnya tadi kalo mau ke toilet, bangunin gue aja." Austin kembali berkata seraya memandangi api yang menyala di depannya.
"Kenapa harus bangunin kamu?"
"Tahu kan sekarang akibatnya minta di temenin sama Dania?" Kepalanya kembali turun agar bisa melihat wajah si gadis. "Kesasar sendiri di hutan cuma karena kepanikan semata. Ujungnya di tinggalin. Itu ceroboh namanya."
Si gadis sedikit menurunkan kepala. Menjadikan kayu-kayu yang terbakar sebagai objek tatapannya. Hidungnya mengeluarkan helaan napas.
"Iya iya." Hanya itu yang bisa Senja katakan sebagai responnya. Lalu bibirnya kembali terbuka untuk bicara. "Tapi kan orang yang paling deket saat itu cuma Dania. Kamu ad di tenda sebrang. Gak mungkin kan aku keluar nyamperin kamu?"
"Ya emangnya kenapa?"
"Lagian kan Dania sama-sama cewek, jadi gak bakal malu semisal harus buang air kecil deket semak-semak." Sambung si gadis berkata demikian.
"Justru harusnya minta anter gue jadi hal yang tepat, biar bisa jagain lo semisal ada hal-hal di luar duga kita. Sesama perempuan emang bisanya apa? Paling lari-lari karena panik kaya tadi. Ujungnya membahayakan diri sendiri."
Oke. Senja memang sudah kalah telak. Ingin terus beradu argumen pun tidak akan ada habisnya jika memang dirinya lah yang ceroboh dari awal.
"Kalo ada apa-apa itu jangan dulu lari, lihat dulu itu apa. Barangkali cuma tupai loncat, atau hewan biasa lainnya. Yang penting kitanya aja jangan panikan. Jaga keselamatan sesama jangan cuma inget buat mentingin diri sendiri."
Ah iya, iya. Memang sudah dasarnya Senja yang ceroboh, mau langsung menyahut pun akan sia-sia. Akhirnya bibirnya hanya bisa bungkam menerima nasihat dari pacarnya.
"Gue serius ya ini."
Merasa tak di dengarkan, si cowok pun kembali berucap. Semakin mendekatkan wajahnya pada si gadis hingga mata mereka hampir saling beradu jika tak terhalang jarak.
"Iya, iya." Hanya itu yang bisa keluar sebagai tanggapannya. Tetap pada ranting di bawah kaki yang berpijak sebagai pandangan.
Si gadis pun terdiam. Keduanya sama-sama menikmati kehangatan yang tercipta di sana.
KAMU SEDANG MEMBACA
Menunggu Senja (End)
Teen FictionSeorang gadis cantik, baik, pintar, yang bernama Senja. Dia adalah sosok gadis yang agak tertutup. Tidak terlalu dekat dengan orang baru yang ia kenal. Termasuk dengan Austin. Austin? Iya. Awalnya dia adalah murid baru, sekaligus anak dari pemilik...