31. Bunganya?

16 2 0
                                    



Senja terduduk di kursi koridor. Kepalanya masih memikirkan tentang desas-desus yang orang-orang bicarakan.

"Lo dari mana aja?"

Kepala Senja terangkat. Ia mendongak, dan mendapatkan seseorang berdiri menjulang di depannya.

"Gue cariin lo daritadi."

Senja hanya diam, saat cowok itu mendudukan diri tepat di sampingnya.

"Senja."

"Apa?" Kepalanya menoleh saat orang itu memanggil namanya.

"Lo dari mana?" Austin bertanya lagi dengan nada yang lebih lembut dan hangat.

"Toilet."


"Jadi, ntar kita ke rumah pohon?"

"Kayanya mau langsung pulang aja." Jawab Senja tanpa pikir panjang.

"Kenapa? Lo sakit?"

Senja hanya menggeleng, atas pertanyaan dari cowok itu.

"Yaudah kalo gitu."

Keduanya mulai beranjak dari sana. Berjalan berdampingan di sepanjang koridor.

"Hari senin udah mulai ujian. Lo mau belajar bareng gue, gak?" Austin kembali mengeluarkan suaranya dan menoleh pada gadis di sampingnya, yang hanya setinggi bahu.

Senja hanya mengangguk.

"Kalo gitu, kita belajarnya di rumah lo aja. Gimana?"


***

Keesokan harinya, Senja sudah duduk di atas karpet, berhadapan langsung dengan buku-buku di atas meja. Ia tengah menunggu Austin--untuk belajar bersama. Katanya.

Terlihat sang Mama dengan dres rumahannya, berjalan menghampiri-- membawa nampan yang berisikan minuman beserta cemilan.

"Niiih. Mama bawain minuman sama makanan kecil untuk nemenin kalian nanti belajar."

Senja tersenyum, ketika Mamanya itu meletakan minuman dan cemilannya dicatas meja.

"Makasih Mah."

Mamanya mengangguk, dengan kembali berdiri-- membawa nampan yang sudah kosong.

"Austinnya belum datang?"

"Belum."

"Nanti juga datang. Di tunggu saja kalo begitu." Ucap Mamanya, memberi semangat pada putri pertamanya--untuk tetap menunggu. "Kalo begitu, Mama mau ke kamar. Mama mau siap-siap pergi ke butik." Lanjutnya memberitahu.

"Iya Mah."

Mamanya sudah melangkah pergi ke kamarnya. Untuk itu, ia masih harus terus menunggu. Sampai jarum jam terus berputar dengan cepat.

Rasa bosan sudah mulai menghampiri. Di tengoknya jam dinding berulang kali. Namun yang di tunggu tak kunjung datang. Tubuhnya masih berada di sana, menunggu dengan bosan.

Menunggu Senja (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang