Orang tidak selalu menyukai kita, mungkin ada beberapa orang juga yang tidak suka. Terlepas dari kalimat itu, gadis SMA baru turun dari sebuah mobil yang menghantarkan nya.
"Oke pah, hati-hati dijalan ya." Gadis itu melambaikan tangannya sampai mobil melaju pergi dari sana.
Lantas Senja berjalan masuk melewati gerbang sekolahnya dengan langkah pelan dan santai. Sebelah tangannya memegang tali ransel yang ia pakai. Lalu tanpa di sadari, langkah demi langkahnya itu sudah menghantarkannya masuk kedalam kelas.
"Apa yang terjadi waktu itu di toilet?"
Senja menoleh cepat saat satu pertanyaan terlontar begitu saja dari mulut Dania. Ia baru saja duduk.
"Lo di apain aja sama si Rara waktu itu? Gue pengen tau. Gue penasaran." Ucapnya menuntut dan berbisik dengan kepala yang berdekatan pada teman sebangkunya.
"Gak usah di bahas." Senja menaruh tas ranselnya di atas meja, mulai mengeluarkan satu persatu isi dari dalamnya.
"Tapi kan gue penasaran." Teman sebangkunya itu mencebik bak anak kecil dengan bibir yang maju.
"Nanti aja ceritanya." Senja menanggapi dengan malas, namun wajah Dania berubah dari yang sebelumnya hingga kini terlihat cerah bagai matahari pagi.
"Yaudah, nanti ceritain ya?"
"Hm."
***
Sedari tadi, Austin tidak bisa fokus pada pelajarannya. Tatapannya terus melirik pada bangku gadis yang tengah memperhatikan apa yang di jelaskan di depan.
"Kaki lo gimana, udah baikan?" Sebuah instruksi kalimat pertanyaan lah yang akhirnya keluar dari Austin yang saat ini berpindah tempat pada bangku kosong di depan mejanya. Guru baru saja keluar dua detik yang lalu.
"Emang kenapa?" Gadis itu bertanya balik dengan masih mencatat dan memberi note pada buku paketnya.
"Gue takut lo masih ngerasa sakit kaki aja gara-gara kejadian kemarin." Ucapnya dengan menatap takut-takut pada gadis yang sedikit mengabaikannya.
Senja hanya menggeleng.
"Hampir lupa." Dania tiba-tiba berucap membuat Austin dan Senja menoleh padanya dengan ekspresi wajah yang berbeda. "Soal yang tadi pagi--"
"Gak jadi." Bolpoin yang sedang di gunakan tiba-tiba terlepas dari tangan dan segera menutup buku paketnya. Senja nampak enggan untuk menceritakan kejadian yang di alaminya.
"Lo udah bilang ya tadi, jangan ingkar gitu lah." Ucap Dania menunjuk teman sebangkunya dengan jari telunjuk.
Senja menatap manik temannya dengan amat dalam hingga lupa untuk berkedip. Bibirnya terkatup rapat namun kilasan kejadian kemarin terputar jelas di ingatannya.
Setelah keluar dari bilik toilet, Senja ingin mencuci kedua tangannya dahulu di wastafel. Namun tiba-tiba kedatangan seseorang yang asal menarik rambutnya begitu saja dari belakang tanpa berperasaan.
"Hai, apa kabar?"
Senyuman ceria itu teringat jelas dengan kedua tangan yang terlipat di depan dadanya, tubuhnya sedikit menyerong lebih dekat ke depan pada Senja. Namun karena tak ingin banyak berbasa-basi Senja lebih memilih untuk tidak meladeni dan berniat pergi.
"Mau ke mana?" Rara menghalangi jalannya dengan pertanyaan. "Deket sama anak baru itu ya? Mau langsung di gaet juga?" Nada bicaranya seperti sedang mengolok.
Kembali, alih-alih mengeluarkan suara untuk membalas, Senja memilih berniat pergi dari sana. Namun seperti di sengaja, Rara menyilangkan sebelah kakinya hingga Senja harus merasakan tubuhnya berbenturan dengan keramik lantai.
KAMU SEDANG MEMBACA
Menunggu Senja (End)
Teen FictionSeorang gadis cantik, baik, pintar, yang bernama Senja. Dia adalah sosok gadis yang agak tertutup. Tidak terlalu dekat dengan orang baru yang ia kenal. Termasuk dengan Austin. Austin? Iya. Awalnya dia adalah murid baru, sekaligus anak dari pemilik...