45. Hilang

18 1 0
                                    


Sial.

Kedua kakinya terus berlari kencang. Menerobos ranting-ranting yang menghalangi, benar-benar tidak memerhatikan jalannya. Bahkan senternya pun terjatuh karena kakinya yang sempat tersandung akar pohon.

Tubuhnya berhenti berlari dan berjongkok--mengatur napasnya yang tersengal-sengal. Keringat mulai bercucuran di pelipisnya.

Kepalanya kembali terangkat, menatap sekelilingnya yang terasa menyeramkan ketika sedang seorang diri.

Tunggu.

--di mana ini?

Senja menepuk jidatnya sendiri. Suasana sekitar sangatlah gelap, hanya ada cahaya sang rembulan yang menyinari.

"Harus balik ke tenda." Ucapnya, seraya mengedarkan pandangan. "Tapi ke mana arah baliknya?"

Ia bingung.

"Mana gak ada senter."

Kakinya kembali berjalan, mulai mencari senternya yang terjatuh tadi.

"Senternya jatuh di mana?" Tanyanya--berharap senternya bisa menjawab. "Cepet ketemu dong, biar gak gelap gini."

Kakinya berhenti berjalan. Dirinya benar-benar di kelilingi oleh pohon-pohon besar yang menjulang tinggi.

"Apa aku nyasar ya?" Tanyanya pada diri sendiri. Keringat mulai membasahi hingga menurun hingga lehernya.

"Masa nyasar sih?"

Jantungnya berdebar kencang.

"Kok gak lucu yah?" Tangannya memegangi bagian kepala. Terasa pening.

Senja berjalan mendekat pada pohon besar di dekatnya dan mendudukkan diri di sana.

"Hutan gini ... Pohon semua."

Tatapannya menatap sekitar. Kedua kakinya ia tekuk, dan peluk dengan kedua tangannya.

"Jadi bingung jalan balik di mana." Pandangannya jatuh. Tatapannya menatap kedua sepatu yang ia kenakan.

"Harusnya tuh pemerintah kasih petunjuk. Kasih peta lokasinya, pakai papan di sisi pohon. Biar gak ada yang nyasar ... "

Ia mulai berbicara sendiri--mencoba menenangkan diri dari keheningan yang begitu sunyi di bawah langit yang gelap.  Di kelilingi pohon-pohon besar agar ia tidak takut. Agar ia lupa, bahwa kini dirinya hanya seorang sendiri.

***

Dania sudah sampai di perkemahan. Dirinya masih mengatur napasnya agar kembali normal. Keringat terasa sekali di sekujur tubuhnya.

"Tadi itu suara apa yah? Untung kita cepet-cepet lari dari situ. Kalo enggak, mungkin kita bisa di makan binatang buas. Iya kan?" Ucap Dania, dalam keadaan yang masih berjongkok.

Hening.

"Lo cape gak?"

Hening.

"Senja. Lo gak papa kan?" Dania kembali bertanya tanpa mendongakkan kepalanya.

"Senja?" Panggil Dania kembali.

Hening. Masih tidak ada suara apapun yang terdengar. Ia mulai memutar tubuhnya, dan melihat ke belakang.

"Senja di mana? Kok gak ada?"

Mendadak raut wajahnya kembali memucat, dan berubah panik. Berdiri dalam posisi tegak.

"Bukannya dia juga ikut lari?" Pandangannya mengawasi sekitar. "Lari ke mana dia? Apa jangan-jangan, ... Senja larinya salah arah. Terus nyasar."

Dania benar-benar sudah panik sekali, dengan tidak adanya Senja di belakangnya.

Menunggu Senja (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang