[34] Till it hurts

183 28 3
                                    

I'm back!
Siapa yang kangen?
Maaf kalo lama hehehe, 1 minggu kan ya?
Hari ini update, semoga memuaskan dan makin geregetan
Don't forget to click the 🌟 and comment

Happy reading! 💜

🍻🍻

“Rumah jangan lupa dikunci.”

“Hmm.”

Bergumam, Aya berjalan seraya mengunyah apel merah. Setelah mengunci pintu, ia menaruh kuncinya di bawah pot.

“Ya udah hati-hati. Jangan banyak tingkah.”

“Iya, Virgo.”

Pluk!

Aya membuang bagian tengah buah apel yang ia makan ke tempat sampah.

“Gue mau berangkat,” ucap Aya sebelum memakai helm.

“Iya hati-hati. Gue tutup.”

“Hmm.”

Lantas Aya melepas earphone yang terpasang di telinganya. Cukup berbahaya jika berkendara dengan telinga yang terpasang earphone. Bisa saja bunyi klakson atau semacamnya teredam.

15 menit waktu tempu, Aya sampai do sekolah. Ia parkir di parkiran sekolah. Beberapa hari terakhir ia memang lebih memilih parkir di dalam, faktor utama untuk menjaga jarak dengan Bara.

Seperti biasa, terlebih dahulu Aya mengganti celana jens nya di toilet, baru masuk ke kelas. Baru memasuki kelas, Aya terkejut mendengar Ijat berteriak kencang.

Oh ayolah masih pagi ini, Aya melirik jam tangan di lengan kanan. Pukul 7 kurang 5 menit. Mereka tidak punya kerjaan, tapi disuruh piket langsung menolak.

“Babyyy mau ceritaa,” rengek Candra menyambut Aya.

Devi memutar bola matanya malas melihat teman sebangkunya. Gadis cerewet itu sudah bercerita padanya, percayalah yang akan diceritakan adalah hal tidak penting.

“Baju kalo udah lama gak dipake bakal jelek ya? Soalnya gue punya baju cantik tapi pas gue coba kemaren gak pas di badan gue. Kaya jelek gitu, gak kaya dulu pas gue beli,” tutur Candra.

“Itu artinya lo dapet peringatan, gak boleh sering-sering belanja apalagi baju. Ngapain punya baju banyak kalo yang dipake itu-itu aja? Pemborosan,” cibir Aya.

Candra memberengut sebal. Tidak Aya tidak Devi, semua jawaban mereka hampir sama.

“Jadi shopping kan tapi? Lo udah janji lohh,” tuntut gadis itu.

“Gak jadi, baju gue masih bagus-bagus,” sahut Aya enteng.

“Ihhh! Kok gitu sih! Lo udah janji, Ya!” rengek Candra.

“Gue gak janji ya anjim,” balas Aya.

“Kapan gue bisa keluar Ya Tuhan, punya temen gak ada yang bisa diajak kompromi banget ahh.”

Devi terkekeh mendengarnya. Tidak heran karena ia tau bahwa orangtua Candra sangat protektiv. Jarang sekali gadis itu bisa keluar selain untuk sekolah, atau membeli keperluan. Candra anak tunggal, tidak heran orangtuanya sangat amat menjaga.

Aya menggeleng pasrah melihat temannya. Ia memainkan ponsel, menggulir laman instagram dan membalas beberapa DM. Tak sengaja melihat akun Bara, ia kembali teringat malam tadi. Tangis Aya baru berhenti setelah jam 1 pagi. Mata sembab dan tampilan acak-acakan, ia bangun ketika mendengar suara adzan dari masjid dekat kompleks.

Pagi buta itu Aya manfaatkan untuk membenahi wajahnya. Maskeran, pijat alami ia lakukan. Pagi ini bahkan ia memakai foundation untuk menutupi bengkak yang sedikit terlihat.

Mistakes [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang