[19] Kecelakaan

397 35 2
                                        

Vote ya sayang komen juga oke?

Selamat membaca!

-oOo-

“Lo belum mulai Bar?” tanya Pras.

Bara menoleh, menggeleng kemudian kembali memandang kakak kelas yang tengah bermain voli di lapangan. Dari lantai tiga, Bara berdiri menopang tubuhnya dengan menaruh lengan di tembok pembatas.

Saat ini kelasnya free, satu murid pun tidak ada niatan untuk memanggil guru. Jadilah mereka berkeliaran; ada yang ke kantin, ikut bermain voli di bawah, dan ada yang menetap di kelas sambil memutar lagu.

“Masih bingung gimana mulainya,” jawab Bara.

Pras terkekeh. “Iya juga sih. Susah cari topik pertama, belum lagi yang ditanyain Aya. Jangan sampe aja pas baru mulai tapi udah digorok sama dia,” ujarnya diakhir kekehan kembali.

“Lo ada kenalan alumni SMP tempat Bams gak?” tanya Bara.

Kening Pras tampak berkerut, berusaha mengingat-ingat. “Gak ada kayaknya. Um ... tapi nanti coba gue tanyain anak TBSM lain atau gak TKRO deh, kali aja ada,” tuturnya.

Bara hanya mengangguk kembali memandang lurus. Hatinya terasa gusar hari ini, entah apa yang akan terjadi nanti.

Tidak takut dengan hukuman dan guru BK maupun kesiswaan, Aya kini duduk di kursi kantin. Menyantap roti bakar yang ia beli bersama Danel. Entah sekarang kemana cowok itu pergi.

Sambil terus mengunyah, jari tangan sebelah kanannya terus menggulir laman instagram. Menampilkan beberapa meme kocak dan postingan artis.

New massage • Now
Gebams : Sya, hari ini aku gak masuk jadi gak bisa nagih jawaban kamu. Jangan jawab lewat chat, soalnya jawaban itu jadi alasan aku buat ketemu kamu hehehe...
Jangan marah ya 😊

Jarinya berhenti, membiarkan notifikasi itu menggantung di layar. Dalam hati Aya membacanya. Beberapa detik kemudian notifikasi tersebut hilang, diganti dengan icon pesan di bagian atas.

Di satu sisi harinya kini tenang, namun entah kenapa ada rasa sedih dari hatinya. Gebams sangat pandai mempermainkan perasaannya. Sebisa mungkin Aya mencegah agar tidak ikut terbawa perasaan dengan tingkah Gebams.

Aya dikagetkan dengan Meisya yang duduk di sebelahnya, dengan sedikit mendorong bahunya. Langsung mencomot sepotong roti bakar Aya yang masih tersisa dua di mika.

“Sialan, beli sendiri sono,” gerutu Aya mengeser mika plastik miliknya menjauh dari Meisya.

“Pelit,” kata Meisya sambil mengunyah.

Yang disindir hanya mencibir balik dengan gerakan bibirnya. Nyenyenye...

“Ada kerja, nanti lo ambil,” terang Meisya.

Sontak Aya menoleh. Terkejut karena kenapa mendadak, pikirnya. “Kok mendadak gini?” bingungnya.

“Bawel. Nanti ambil barang ke markas,” ucap Meisya datar dan dengan intonasi yang netral.

“Banyak gak?” tanya Aya.

“Satu kilo mungkin,” jawab Meisya seraya mengambil ponsel di saku rok.

“Orang Tulungagung. Yang udah langganan,” ujar Meisya memelankan suaranya.

Aya mengangguk-anggukan kepala dengan mulut yang membentuk huruf O. “Oalah,” balasnya.

“Bilangin jangan terlalu malem. Gak berani gua. Mending pas masih rame, gak terlalu keliatan kalo transaksi,” tandas Aya.

“Hm, gampang. Jam sembilan, di sekitar gang perumahan Diva, gimana?” tawar Meisya menaikkan alisnya.

Mistakes [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang