[04] Siapa?

633 49 1
                                        

Kelas X TKJ 1 sangat berisik karena saat ini mereka tengah mencontek jawaban dari Aril. Selembar kertas yang mulanya bagus dan masih baru kini telah berubah menjadi seperti kertas lama. Lusuh.

“Woy bagi-bagi elah ... lo nggak pernah denger dalil apa! Kalo berbagi itu indah!” teriak Wildan berdiri di atas kursi melihat ke arah meja paling depan deret kedua yang tengah dikerubungi oleh anak laki-laki maupun perempuan.

“Misi misi ... woy beri jalan. Eh bangsat gue kejepit. Aduh woy! Woy! Santai njing! Kaki gue kena injak bangkeee!” Ijat berteriak kalang kabut terjebak dalam kerubungan itu.

Aya memandang mereka dengan heran, menggeleng-gelengkan kepalanya. Dirinya kini duduk di kursi Pras dengan Bara yang ada disampingnya. Mulai membaca soal dan menulis jawabannya dikertas.

“Huh!” Helahan nafas Ijat ketika dirinya bisa keluar dari gerombolan itu.

Ijat berjalan ke arah Aya sambil menggenggam ponselnya. “Aya, coba lo liat nih. Sama nggak sama jawaban punya lo?” ucapnya menyodorkan gambar lembaran yang ia jepret tadi.

Aya mulai meneliti satu persatu kemudian berkata, “Nomer tiga sama nomer tujuh salah itu.”

“Oi Aril punya lo sa—” ucapan Ijat terputus karena Dian membekap mulutnya.

“Jawaban punya lo dipap sama Ijat,” sarkah Dian.

Aril hanya tersenyum dan mengangguk. Kembali menatap ponselnya.

Dian segera melepas bekapannya ketika mesarakan benda lunak di telapak tangannya.

“Hiyeekkk! Bangke lo!” seru Dian sembari menatap Ijat jengkel. Kini dirinya mengusap-usap telapak tangannya ke baju milik Ijat.

“Ngapain sih lo?” bingung Galuh.

“Masa tangan gue dijilatin ama si Ijat!” seru Dian.

“Bwahahahwawa,” tawa mereka meledak.

Ijat tersenyum tengil. “Tangan lo manis sih. Abis makan apaan emang?”

“Makan teri. Apa lo?!” Dian berucap dongkol.

“Kok manis? Dikasih gula ya?” hadi Ijat mengkerut.

“Serah lo Jat! Serah! Dikasih coklat juga boleh!” Masabodo Bian. Kini dirinya menyalin jawaban Aya.

“Nanti gue bilang ke emak kalo gitu,” ujar Ijat sembari mengambil lembaran di meja sebelahnya.

Aya menggeleng-gelengkan kepalanya. Kenapa dia bisa berada ditengah-tengah cowok seperti ini.

Bara yang pemalas. Pras Si Puitis. Bayu yang sangat peka. Ijat dengan otak yang waw (kadang fungsi kadang nggak). Galuh dengan kata-kata alaynya. Bian si pemarah. Wildan bersama suara toanya. Danel yang bersifat musiman (kalo kumat. Bisa kaya si Ijat atau Galuh). Dian yang selow nan santuy.

Rencana Tuhan itu indah. Kamu nggak akan bisa nebak sayang. Aya mengingat kata-kata yang pernah Ibunya ucapkan.

Mama. Aya kangen. Mama disana tenang kan? Aya punya temen yang asik disini. Mama bilang rencana tuhan pasti indah kan? Aya harap itu bener, Aya membatin sembari mengingat memorinya bersama Sang mama.

Sayang.. Mamanya kini sudah tenang disamping Tuhan. Itu terjadi ketika Aya berusia 8 tahun. Terjadi perampokan di rumah Aya waktu itu, Papanya sedang tugas di Kalimantan karena Papanya seorang TNI sedangkan Virgo tengah berada di sekolah karena ada acara api unggun. Mamanya meregang nyawa sebab tertusuk pisau yang dibawa Si perampok. Aya melihat sendiri bagaimana Sang mama kesakitan akibat tusukan itu. Dirinya hanya bisa menangis disamping tubuh mamanya. Dirinya segera memanggil Pak RT lewat telepon rumah berusaha meminta pertolongan.

Mistakes [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang