[12] Gebams Lagi

398 43 5
                                    

Biasakan vote terlebih dahulu
Ingatkan jika ada typo atau hal semacamnya
Selamat membaca!

-oOo-

Sore ini Cici menelepon Aya guna mengabarkan jika di panti Malika akan mengadakan syukuran. Hanya doa bersama, meminta yang terbaik kepada Tuhan.

“Ayo, Bang,” kata Aya yang tengah menuruni tangga.

“Yok, pake mobil aja ya? Jaga-jaga kalau misalkan pulangnya malem,” ujar Virgo yang langsung disambut anggukan dari Aya.

Keduanya melangkah keluar dari rumah. Virgo langsung menuju garasi sedangkan Aya mengunci pintu. Mobil berwarna putih keluar dari garasi tentu bersama Virgo sebagai supir. Aya menutup garasi tanpa menguncinya lalu segera ia masuk ke mobil.

“Lo kapan PKL Bang?” tanya Aya memecah keheningan.

“Belum ada informasi sih. Kalau waktunya ya pasti bakal gue laksanakan kok,” jawab Virgo.

“Gak mau milih tempat?”

“Maunya gue sih di Bali. Tapi kalau gak dapet ya di Surabaya aja lah.”

“Lo pergi, gue sendirian,” ucap Aya pelan tanpa melihat Virgo.

Kakaknya langsung menoleh. Virgo memandang adik kesayangannya dengan lekat. Susah pasti ketika harus melepas adiknya dan pergi untuk PKL, namun memang harus dilakukan.

“Atau gue minta di sini aja? Deket sini doang, beda kecamatan palingan,” ujar Virgo kikuk.

“Enggak Bang!” sergah Aya, “gue tau lo gak pengen PKL di lingkup yang sama. Rasanya sama aja dan gak akan banyak pengalaman yang lo dapet dari PKL selama enam bulan!”

Diam, Virgo bungkam dikarenakan sebuah fakta yang adiknya ungkap. Fakta. Itu memang yang ada dipikiran Virgo.

“Jangan selalu mengalah Bang,” tutur Aya melemah. Pandangannya seakan terluka mendengar penuturan Virgo yang seolah tidak apa-apa. “Gue enggak apa-apa ditinggal sendiri. Banyak temen yang bisa gue ajak ke rumah. PKL adalah saatnya lo cari pengalaman sebelum lo benar-benar terjun ke dunia kerja Bang,” sambung gadis jutek itu.

Virgo mengulas senyum lembut setelah mendengar itu. Tangannya yang satu ia gunakan untuk mengelus rambut panjang milik Aya. “Gue bakal pikirin matang-matang,” putus Virgo.

Duapuluh menit perjalanan mereka sampai ke panti Malika. Beberapa mobil juga terparkir di halaman depan. Keduanya turun dan segera memasuki panti.

“Bang,” kata Aya mengeram. “Anjing lo ya ... kita telat!” umpat Aya pelan.

Virgo melihat jam yang melingkar di tangannya, 8.15 PM. Mereka terlambat limabelas menit.

“Asya, ayo masuk,” panggil Cici lembut sambil melambai pada kakak adik itu.

Keduanya masuk ke dalam, sudah ada seorang pendeta dan seorang yang berpeci mungkin uztad, Aya tidak paham. Aya duduk di lantai berkarpet bersama anak-anak yang lain. Mereka mengikuti acara dengan khidmat.

Selepas acara kini seperti hari-hari biasa, semua anak-anak berkumpul di taman belakang. Bermain-main ataupun melakukan aktivitas yang mengasah otak seperti bermain puzzle, menyusun lego menjadi bentuk-bentuk unik dan lain-lain.

Aya duduk di gazebo melihat Virgo dan beberapa anak laki-laki bermain tembak-tembakan.

“Hai,” sapa seseorang membuatnya menoleh.

Seseorang yang tidak ingin ia jumpai kini kembali muncul dihadapannya malah duduk di sampingnya. Ia muak dengan semua yang pernah terjadi.

“Ko nggak dibales? Oh kita belum kenalan ya?” ucap lelaki itu.

Mistakes [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang