Happy Reading
Saran ost : Keshi - Just Friend
***
Kaki jenjang dengan pantofel hitam mengkilat mulai memasuki gedung dengan hampir di semua bagiannya hanya ditutupi oleh kaca transparan. Tubuh tegap itu tak sama sekali menoleh pada orang-orang yang ada di sana, langkahnya diiringi suara para Wanita yang menatapnya seakan tak mau lagi berkedip.
Nathan menekan cepat tombol lift agar tak lama terbuka, sebab ia muak menjadi fokus orang-orang sekarang. Mereka tidak tahu saja apa yang terjadi padanya, nampak kelihatannya aura Lelaki tampan dari dalam dirinya menyerebak menghipnotis beberapa Perempuan yang ia lewati, tapi sebenarnya kepala Nathan kini dipenuhi hal-hal aneh yang entah kenapa mempengaruhi suasana hatinya.
Tak berselang lama menanti, pintu lift itu membuka dengan pelan. Tidak ada orang didalamnya, untung saja. Jangan tanya bagaimana tenang hatinya sekarang.
Ia masuk dengan satu helaan langkah yang membuat tubuhnya sepenuhnya masuk ke dalam kurungan besi itu.
Nathan menyenderkan kepalanya ke dinding lift, mengatur napasnya perlahan lalu mengembuskan pelan. Tiga kali ia melakukan hal yang sama hingga suara ponsel dalam saku celananya berbunyi nyaring memecah konsentrasi.
Segera ia menarik benda pipih berwarna biru dengan tiga kamera kecil di sudut kanan atas. Dibacanya nama pemilik nomor yang masuk. Tanpa pikir panjang, ia langsung menerima penggilan yang ada. Nathan memiliki dua nomor, satunya adalah nomor bisnis sedang satu lagi nomor pribadi. Nomor pribadinya hanya diketahui oleh tiga orang, Ayahnya, Ibunya, kemudian Denisa-wanita spesial dalam hidupnya selain Ibunya sendiri. Dan, yang sering menghubunginya di nomor pribadi itu hanyalah tiga orang tersebut. Ayahnya menelepon ketika mendesak, Ibunya kadang hanya menanyakan kabar dan pertanyaan lainnya selayaknya Ibu ke Anak, sedang Denisa-ia selalu bahkan hampir setiap hari menelepon. Itupun, ketika Nathan tak membelas teleponnya, ia akan meneror Pria itu di Whatsapp.
"Halo, honey?" Lebih dulu membuka suara panggilan di seberang telepon.
Natha yang mendengarnya menyulam senyum manis. "Halo, seperti sudah lama aku tak mendengar suaramu. Padahal baru semalam kita bertukar kabar." Ucapanya.
Terdengar kekehan nyaring Denisa yang mungkin merasa tersanjung dengan ucapan Nathan.
"Kenapa tertawa? Padahal aku serius." Timpal Nathan.
"Aku hanya sedikit merasa lucu, apakah kamu benar-benar serindu itu denganku?" Tukas Denisa menjawab pertanyaan Nathan yang keheranan atas tertawanya.
"Astaga, kenapa harus bertanya lagi. Bahkan setiap detik di sini rasanya berlalu begitu lambat. Menunggu kamu kembali cukup menyiksa juga rupanya." Sambung Nathan masih dengan posisi yang sama saat ia masuk ke dalam lift itu, ia hanya sedikit menggoyangkan kaki.
"Kamu sedang merayuku?" Denisa berucap diiringi dengan tawa kecil. "Sejak kapan kamu mulai pandai menggombal seperti ini?"
Nathan yang kali ini dibuatnya tertawa, suaranya serak layaknya seorang Pria yang sedang kasmaran dengan Wanita yang ia cintai, hal itu semakin menambah kedekatan di antara keduanya. Seolah jarak bukan lah penghalang, karena bagi Nathan, mendengar suara Denisa sudah cukup meringkas perpisahan mereka menjadi istilah bahagia yang sulit ia terjemahkan. "Aku belajar autodidak. Nanti, ketika kamu pulang, aku akan memberikanmu gombalan yang lebih berkelas. Makanya cepatlah pulang, aku sudah tak sabar memeluk tubuhmu erat."
"Bisa saja... Iya, nanti aku pulang. Asal kamu tetap menjaga hatimu di sana." Setiap kali mereka berbincang, hal ini yang selalu coba Denisa tegaskan.

KAMU SEDANG MEMBACA
𝐒𝐞𝐛𝐮𝐚𝐡 𝐀𝐥𝐚𝐬𝐚𝐧 𝐏𝐚𝐭𝐚𝐡 𝐇𝐚𝐭𝐢 (𝐎𝐧 𝐆𝐨𝐢𝐧𝐠)
Romantik(Follow terlebih dahulu sebelum lanjut membaca.) ___ "Mengapa kehilangannya terasa begitu menyakitkan?!" ~Sebuah Alasan Patah Hati~ *** Kisah ini berisikan butiran-butiran harap yang sempat terselip pada pertemuan singkat dua insan manusia hingga b...