6. Luka 🕊

80 10 0
                                    

Happy Reading

Saran ost : Kusut - Fourtwnty

***

"Biarkan Arka melihat ini, anggaplah sebagai balas dendamku atas perbuatanmu di lift tadi siang karena telah mempermalukanku, dan juga tentunya sebagai ganti karena kamu tidak mau berlutut di hadapanku beberapa detik lalu," ucap Nathan memberitahu, tiap jemarinya menekan pelan punggung Hanna, membawa tubuh Wanita itu semakin masuk dalam pelukan-hingga mengikis jarak di antara keduanya.

"Hanna? Kamu di mana? Kenapa lama sekali ambil piringnya?" teriak Arka dari luar dengan tapakan kaki yang terdengar semakin mendekat ke ruangan Nathan.

Pupil Hanna terbuka lebar kala telinganya mendengar secara jelas panggilan itu, sementara Nathan tak mau juga melepaskan pelukan.

"Saya bisa lebih agresif dari ini, Anda tidak mau melepaskan Saya?" Peringatan Hanna berikan setelah beberapa menit otaknya masih di isi dengan pikiran tentang bagaimana jika Arka melihat keadaan keduanya sekarang.

"Lakukan sesukamu, kamu pikir juga Saya tidak memiliki kekuatan untuk menahanmu tetap di posisi ini?" Tantang Nathan tak mau kalah, ia sama sekali tidak gentar dengan ucapan Hanna.

Mendengar itu Hanna semakin naik darah, ia mengepal keras tiap jemarinya, hingga buku tangannya memucat "Saya sudah bilang lepaskan!" Ucap Hanna dengan penuh tekanan, kalimat itu terlontar seraya dengan gigitannya yang menancap tepat dipunggung Nathan-sementara Pria itu membawa tubuhnya menjauh dari Hanna dan memberi jarak di antara mereka.

"Sialan! Kenapa kamu menggigit Saya, huh?" Bentak Nathan dengan nada yang tak ia keraskan-juga sembari memegang bekas gigitan Hanna, "aku tidak akan tinggal diam-"

"Aku bilanh mustinya Anda diam saja!" Hanna maju selangkah mendekati tubuh Nathan lalu menutup dengan keras mulutnya. Hanna menarik sepatu yang nampak masih baru di dalam lemari Nathan, ia mengambil talinya, kemudian mengikat kaki dan tangan Nathan.

"Wepaskan, heyy aiku bisa saija berterioak, Aaaaa." Hilang kesempatan Nathan meminta pertolongan atau bahkan berniat menjebaknya. Sedang kalimat yang dia katakan saja tak fasih lagi ia utarakan, sebab mulutnya tertutup oleh tangan Hanna.

"Ikut Saya," Hanna berjalan mundur keluar ke area bersantai yang biasanya Nathan gunakan untuk melepas penat, di sana ada deretan sofa, ide Hanna adalah membawa Nathan bersembunyi dibaliknya.

"Wepaskaan! Kamuu ingin membunuhku!" Titah Nathan, sayang sekali ucapannya tak membuat Hanna mengikuti apa yang dia katalan, mendengarkan saja Hanna tidak karena terlalu serius dengan rencana yang tiba-tiba terbesit di kepalanya.

"Jika Anda sedari awal mengikuti cara bermain Saya, pasti Anda tidak akan berakhir seperti ini. Bertahanlah beberapa saat, Saya juga masih punya nurani bukan seperti Anda, jadi Anda tidak akan mati sekarang, Saya memberi Anda celah bernapas-pergunakan itu." Ucap Hanna dengan entengnya.

Bukan tanpa sebab Nathan tidak bisa berbuat, tangan dan kakinya bahkan sudah diikat mati oleh Hanna. Ia lengah jadi tak bisa menghindar, gerakan Hanna sangat cepat, sepertinya Wanita itu memang tahu bela diri.

Hanya bisa pasrah Nathan sekarang, ia harus duduk berdua dengan musuh abadinya itu. Sedang Hanna menyenderkan kepalanya dibalik sofa, tangannya masih setia menutup mulut jahat Nathan, sedang telinganya aktif mendengar kata demi kata yang di ucapkan oleh Arka dari luar.

"Hanna? Ada yang bisa aku bantu? Kamu di mana? Kenapa tidak menjawab panggilanku? Kamu sudah ketemu ruangan penyimpanan piringnya?" Arka masih tak menyerah, ia terus mengeraskan panggikan meskipun tak kunjung mendapat sahutan.

𝐒𝐞𝐛𝐮𝐚𝐡 𝐀𝐥𝐚𝐬𝐚𝐧 𝐏𝐚𝐭𝐚𝐡 𝐇𝐚𝐭𝐢 (𝐎𝐧 𝐆𝐨𝐢𝐧𝐠)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang