28. Tak Dapat Saling Menjamah🕊️

29 7 1
                                    

Happy Reading

Saran Ost : Everyday by Ariana Grande

Btw, jika ada kalimat rancu dan kata yang typo, silakan langsung komen saja, ya. Terima kasih ;).

****

Banyak mata yang kini menengok ke arah mereka, Hanna mengepal keras tangannya, wajah Nathan yang semula biasa saja kini berubah menjadi sedikit merah. Cengkraman tangan Hanna di lehernya sedikit lagi membuat sesak napas, tapi masih bisa ia tahan tekanannya.

"Apa tujuan Anda memesan kue dari Ibu Saya?" Hanna bertanya dengan suara bergetar yang tak bisa lagi ia sembunyikan sekarang.

Nathan tak membuka suara, ia masih dalam posisi yang sama-berada di bawah kekangan. Hanya sanggup ditariknya satu napas kemudian diembuskannya perlahan. Sejenak jakunnya turun naik menelan saliva.

"Saya hanya ingin memesannya saja," jawabnya singkat-terdengar tak merasa bersalah yang membuat Hanna semakin naik pitam.

"KENAPA HARUS PADA IBU SAYA?!" teriakan itu benar-benar keras hingga membuat semua mata karyawan rasanya seperti mau melompat ke lantai.

"Oh, Tuhan. Dia berani sekali membentak CEO,"

"Astaga, lututku menjadi keram rasanya,"

"Ini tontonan yang mengejutkan,"

Tiap timpalan dari karyawan tersebut mulai terdengar, nyaris gumaman. Mereka tak berani juga mengungkapkannya dengan suara keras.

Bentakan keras nan kuat yang berada tepat di depan matanya itu nyaris membuat jantung Nathan merosot ke perut. Jantungnya bergetar benar-benar tak karuan, baru kali ini rasanya takut sekali.

"Tolong jangan salah paham, Saya membeli jualan Ibu kamu karena saya hanya ingin berbagi saja, tidak lebih, dan tidak ada pula niatan buruk seperti apa yang mungkin kamu sedang bayangkan. Saya berani bersumpah," Nathan akhirnya memberanikan diri membuka netra, menatap lurus ke atas-tepat ke mata Hanna yang kini tengah bersiap melahapnya hidup-hidup.

Hanna tak dapat menangkap isyarat kebohongan di mata Nathan sekarang. "Tapi kenapa harus Ibu Saya?" suara yang semula lantang kini berubah menjadi parau.

Seketika bibir Nathan keluh berucap, ia hanya merasa bersalah. "Maaf, Jika Saya tahu akhirnya seperti ini, Saya tidak akan melakukannya."

Cengkraman Hanna melemah dari kerak baju Nathan, Ia bangkit sekuat tenaga, tak mau menghiraukan bagaimana tatapan semua orang padanya. Benar-benar persetan terhadap apa yang coba mereka pikirkan tentangnya.

Hanna menghampiri Mirna-Sang Ibu yang kini masih terkulai di lantai dengan posisi yang tak sama sekali berubah. Ia menuntun Ibunya bangkit perlahan, setelah memastikan Wanita tua itu berdiri dengan baik, kemudian ia berjongkok tepat di depannya.

"Tidak usah, Nak. Ibu bisa jalan sendiri dengan Mang Udin. Kamu lanjut kerja saja," Mirna yang merasa bersalah tak mau naik untuk di bopong.

"Hanna lelah berdebat, Bu. Naiklah, aku antar Ibu pulang,"

Mendengar permohonannya, Mirna yang tak tega akhirnya mengikuti permintaan Sang anak. Ia menaiki punggung anak Tunggalnya yang perkasa itu, hanya tak bisa air matanya lagi terbendung. Isakan berusaha di samarkan Mirna dari bibirnya, kejadian seperti ini amat sangat menyakitkan. Dahulu pun Hanna sering mendapati ia diperlakukan tak baik oleh pelanggan.

Hanna berjalan keluar dari kerumunan, ia berjalan masuk ke dalam lift di susul Mang Udin dari arah belakang. Mereka bertiga terkurung dengan cepat di dalam ruang besi itu.

𝐒𝐞𝐛𝐮𝐚𝐡 𝐀𝐥𝐚𝐬𝐚𝐧 𝐏𝐚𝐭𝐚𝐡 𝐇𝐚𝐭𝐢 (𝐎𝐧 𝐆𝐨𝐢𝐧𝐠)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang