Happy Reading
***
Hanna mengayunkan kakinya begitu cepat hingga sampai ke lobi gedung besar itu. Ia dengan sigap menarik pintu mobil milik Helena yang sudah membawanya ke acara yang dipenuhi orang-orang kaya ini.
"Jalan, Pak." Ucapnya memerintahkan Sopir untuk membawanya pergi menjauh dari tempat itu.
Hanna mengusap dengan kasar air matanya, "cengeng sekali kamu Hanna." Gerutunya kesal seorang diri dengan apa yang baru saja ia lakukan.
Padahal jelas, ia tahu dan mengerti risiko apa yang telah menanti didepan mata jika ia menyetujui permintaan Helena tersebut, hanya saja, ia tidak berpikir sampai separah ini. Perkataan orang-orang ber-uang tadi cukup menggores hatinya, bukan sesuatu hal aneh sebenarnya, satu yang membuat Hanna begitu merasa sakit yakni sikap Arka—lelaki yang ia percayai itu sama sekali tidak berbuat apa-apa, justru malah seolah membiarkannya menerima perlakuan memojokkan tadi.
"Bukan urusan kamu juga, Han. Dia bersikap seperti itu, karena memang kamu bukan siapa-siapanya. Berhenti mengatakam omong kosong. Kecewa? Huh, lucu sekali kamu!" Suara Hati Hanna benar-benar terdengar seperti nyata, sisi lain dirinya pun turut beradu pendapat tengang apa yang coba ia pikirkan sekarang.
***
Arka sibuk menghubungi satu nomor yang sedari tadi tak kunjung menjawab panggilannya. Siapa lagi, jika bukan Hanna yang berhasil membuat hatinya begitu tidak tenang sekarang.
"Angkat Hanna, biar aku jelaskan, sebentar saja." Ujar Arka berbicara seorang diri, entah kenapa ditengah keramian ini ia tidak terlalu ingin berbaur. Rasanya begitu hampa, terlebih pikirannya kini dipenuhi hanya tentang pendapat Hanna padanya.
"Sini gabung, Arka. Jangan menyendiri seperti ini, pesta meriah seperti sekarang sangat jarang terselenggarakan. Jadi, nikmati suasananya dan carilah relasi kerjamu di sini, selagi masih ada kesempatan." Sahut seorang pria paruh baya yang tak lain adalah Ayah dari Nathan.
Arka mendengar dengan seksama sapaan itu, tidak salah sama sekali, dialah yang memang menempatkam diri pada rasa bersalah seperti saat ini. Arka segera berdiri, memperbaiki kamejanya yang mulai mengusut, ia mulai memasang senyum tertulus yang sekiranya mampu menggabarkan bahwa ia bahagia dengan perayaan ini.
"Thank you so much, Om." Jawab Arka dengan lantang sembari melengkungkan bibirnya sedikit lebar.
Semua orang di dalam ruangan itu terlihat begitu sibuk. Bahkan dalam perayaan seperti ini saja tidak ada yang namanya pertemanan tanpa keuntungan, senyuman yang terpatri di setiap wajah tamu undangan terlihat begitu rapi, seolah memang sudah terbiasa dengan keadaan, dari cara berdiri, menatap, hingga tatanan bahasa yang digunakan oleh mereka begitu resmi. Latar belakang pendidikan apalagi, mereka memang sudah terlahir menjadi orang-orang kaya. Mereka bahkan saling menjalin hubungan dekat agar satu sama lain bisa membangun relasi bisnis. Tidak ada yang bisa menyangkal itu. Pertemanan murni bagi mereka sangat tidak berlaku.
Hingga tiba dipenghujung acara yakni penutupan, Nathan lah yang naik ke atas panggung menyampaikan ucapan terima kasihnya atas kedatangan para tamu undangan ke acara peresmian dirinya sebagai pemimpin baru dari perusahaan keluarganya yakni Saylendra Company.
***
Ruangan dengan tatanan begitu rapi itu diisi dengan berbagai macam barang-barang bermerek yang bahkan orang biasa pun akan kaget jika mengetahui harga benda-benda mewah yang ada di dalamnya.
"Nanti kabari saya lagi jika sudah ada janji dengan beliau, saya juga akan mengunjungi beberapa perusahaan besok, mungkin sekitar satu minggu kedepan jadwal saya penuh dengan kunjungan, soalnya ada beberapa perusahaan yang musti saya tinjau terlebih dahulu, sebelum menyetujui proposal perizinan saham itu. Jadi tolong atur semua, susun sesuai dengan apa yang sudah saya sampaikan tadi siang." Tutur Nathan dengan nada formal pada salah seorang bawahannya dibalik telepon.
KAMU SEDANG MEMBACA
𝐒𝐞𝐛𝐮𝐚𝐡 𝐀𝐥𝐚𝐬𝐚𝐧 𝐏𝐚𝐭𝐚𝐡 𝐇𝐚𝐭𝐢 (𝐎𝐧 𝐆𝐨𝐢𝐧𝐠)
Romance(Follow terlebih dahulu sebelum lanjut membaca.) ___ "Mengapa kehilangannya terasa begitu menyakitkan?!" ~Sebuah Alasan Patah Hati~ *** Kisah ini berisikan butiran-butiran harap yang sempat terselip pada pertemuan singkat dua insan manusia hingga b...