10. Sisa-Sisa Kepergian🕊

54 10 0
                                    

Happy Reading

Saran ost : Blue Jeans by Gangga.

Btw, jika ada kalimat rancu maupun typo komen saja, ya. ;)

***

Di tengah keributan yang kian menjadi-jadi itu, pelukan Nathan belum ia lepaskan-melingkupi tubuh Hanna dengan dada bidangnya.

Sementara Helena nampak selesai menelepon seseorang, raut wajah paniknya sungguh tak bisa ia sembunyikan. Di tambah darah dari tangan Hanna sedari tadi terus menetes membasahi lantai restoran, sedang jemari Nathan masih menutupi tiap luka dipunggung tangannya erat.

Helena menerobos kumpulan orang-orang yang tanpa bergeming menyaksikan seberapa kacaunya seisi restoran itu, ia berjalan ke meja tepat di mana ia dan Hanna tadinya duduk, diingatnya dalam tas Hanna ada perban dan beberapa obat lainnya yang sudah ia berikan. Setibanya di meja yang dimaksud, di bukanya cepat tas kerja Hanna, mengambil beberapa keperluan yang ia butuhkan untuk setidaknya sekarang bisa dipergunakan menutupi punggung Hanna yang kini berlumuran darah.

Kembali ia membalikkan tubuh, memaksa langkahnya lagi menelusuri tubuh orang-orang hingga tiba tepat di samping Hanna yang masih tidak berpindah dari posisinya. Helena berjongkok, Nathan segera melepaskan tangannya dari tiap deretan titik luka Hanna yang terus mengeluarkan cairan merah, ia seolah telah paham, Helena membuka bungkusan perban dengan sekali gigitan, diraihnya beberapa obat, kemudian cairan alkohol, dengan pasti dan amat rapi ia mengobati dan menutup luka itu. Ia kembali berdiri, mengecek ponselnya lagi memastikan kehadiran seseorang.

Sedang, Hanna tidak memberikan reaksi kesakitan, nampak ia sudah terbiasa akan keadaan menyakitkan seperti sekarang.

"Hanna!" Suara panik itu seketika menggema dari arah pintu utama restoran yang mulai di tutupi banyak orang karena penasaran dengan apa yang terjadi.

"Arka, kamu datang dengan cepat." Tutur Helena dengan nada suara yang sedikit ringan, gemuruh di dadanya perlahan mengurang saat dilihatnya Arka datang ke sana, sebab ia menelepon Pria itu untuk segera menghampiri mereka di restoran.

Mata Arka tak bisa lepas dari pemandangan yang amat rumit ia artikan keadaannya. Bukan malah fokus pada kerusuhan yang ada, justru matanya terus terpatok pada tubuh dua orang yang berpelukan di sana.

"Kamu datang membawa polisi?" Timpal Helena dengan pertanyaan, namun tak ada jawaban apapun yang ia dapatkan.

Mengetahui situasi yang membuat Arka diam membisu, Helena segera memalingkan wajahnya ke arah Hanna dan Nathan yang belum juga memberi jarak tubuh keduanya.

"Kamu tidak perlu khawatir, Nathan hanya coba menenangkannya. Segera hampiri dia." Ucapan itu Helena berikan namun sedikit pelan, hingga hanya mereka yang bisa mendengar.

Tanpa mau berlama-lama, Arka mengayunkan langkah begitu cepat, ia ingin pelukan itu enyah. "Hanna, kamu tidak apa-apa?"

Ujarannya sunggup memecah keheningan, Nathan mengangkat kepalanya dari pundak Hanna begitupun sebaliknya. Nathan berdehem kecil memperbaiki kameja putihnya yang telah mengusut. Ia menggaruk kepalanya-padahal tidak sama sekali gatal.

Hanna masih tertegun di tempatnya sedari tadi, hanya Nathan lah yang melonggarkan pelukan. Sedari tadi, memang Hanna tidak memeluknya, tangan Wanita itu hanya terurai ke bawah.

"Kamu kenapa, Han?" Pertanyaan itu segera dilontarkan Arka sembari berdiri tepat di hadapannya. Arka menggantikan posisi Nathan sekarang.

Hanna tetap dalam kebisuan yang entah apa kini Wanita itu pikirkan. Ia hanya menatap nanar ke arah Arka yang bertanya. Wajahnya suram, pucat, ketika Arka menyentuh tangannya-tiap jemari Wanita itu terasa bergetar.

𝐒𝐞𝐛𝐮𝐚𝐡 𝐀𝐥𝐚𝐬𝐚𝐧 𝐏𝐚𝐭𝐚𝐡 𝐇𝐚𝐭𝐢 (𝐎𝐧 𝐆𝐨𝐢𝐧𝐠)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang