38. Jangan Mencoba Jika Takut Terluka🕊️

28 4 0
                                    

   Selamat membaca :)

Saran ost : Dont  by Gangga

Btw, jika ditemukan kalimat rancu dan typo silakan langsung komen saja, ya. ;). Sekian intro dari penulis amatir ini. :v

______

Suasana kantor tak berubah sama sekali, masih seperti biasanya. Banyak orang yang berkeliaran, berlarian membawa berkas, menelepon dengan suara keras, menghentakkan kaki dengan pantofel dan sepatu mereka di lantai, serta beberapa orang yang nampak berdiskusi di setiap sudut ruangan dalam gedung delapan belas tingkat itu.

Hanna masuk tanpa sapaan basa-basi dari orang-orang. Ia memang tidak terlalu suka diperlakukan seakan yang paling di nanti, padahal dalam hati mereka terkadang memaki, hanya saja dibalut dengan wajah sumringah seolah paling bisa memperlakukan orang lain merasa sempurna. Orang-orang yang bekerja di dunia perusahaan tidak ada yang benar-benar tulus bersikap. Mereka memakai topeng atas segala ucapan dan tindakan yang dilakukan.

Sepanjang perjalanan antara ia dan Arka tadi, hanya ada perbincangan kecil yang terjadi, selebihnya sudah pasti bisa ditebak bagaimana heningnya. Hanna seperti dirinya yang dahulu, tak ada yang berubah, diam penuh kebisuan, dan Arka yang selalu membuka percakapan meski kadang kala dia sendiri yang kelelahan karena balasan Hanna hanya selalu berkutat di ‘Iya’, ‘Tidak’, ‘Oh, ya?’, atau ‘Hmm’, Arka sudah hapal dari jaman dulu, jadi tak heran lagi. Bahkan, mungkin karena ketidakenakan Arka, ia tidak sama sekali membahas tentang Nathan selama di mobil.

Hanna naik ke ruangannya melalui lift karyawan, setiba di lantai tujuan, ia bergegas masuk ke tempat di mana sedari awal dirinya di tugaskan. Telah lebih dulu muncul Sebastian dan beberapa karyawan di sana, tengah merundingkan sesuatu yang nampak serius. Tapi, Hanna tidak ingin tahu.

“Aku mendengar tentang isu pertunangannya, katanya saat nanti acara ulang tahun Bapak Nathan,” Rosa bersemangat menyahuti, entah apa yang ingin membuatnya begitu mau tahu.

Sebastian perlahan menguping dengan sedikit menggeser kursi kerjanya ke tepi kanan, di mana para wanita itu bergosip.

“Siapa yang tunangan?” tanya Sebastian penasaran.

“Aih, kamu ketinggalan berita. Makanya, update dong. Bapak Nathan sudah mau tunangan dengan pacarnya yang sekarang sedang kuliah di Newyork,” Titani menerangkan amat detail.

Mengangguk perlahan Sebastian, ia mencera terlebih dahulu. “Beritanya dapat dari mana?”

Rosa menarik napas dalam-dalam, “sebenarnya ini rahasia, cuman aku mendengarnya dari salah seorang yang bekerja dekat dengan keluarga Saylendra,”

“Ah, pacarnya yang sempat heboh saat di dapatkan hanya menggunakan handuk mandi di ruangan Bapak Nathan tahun lalu? Yang kalau tidak salah bernama Dinais?” sambung polos Sebastian.

“Heh, jangan mengubah nama orang, Denisa namanya, bukan Dinais, jauh banget bang,” Titani segera menimpali namun tak lupa memberi pukulan kecil di punggung Sebastian.

“Ya maaf, kan aku tidak tahu.”

“Omong-omong terkait kejadian waktu itu, kayaknya sih mereka hubungannya sudah lebih jauh dari yang nampak dilihat orang-orang,” Rosa menggumamkan asumsinya.

“Aku juga yakin. Karena hanya dia perempuan yang bisa naik ke sana dan masuk pula di ruangan Bapak Nathan yang memang privat itu. Kabarnya di dalam sana ada ruangan tempat tidur juga, semi apartement sih denger-denger,” Titani menyambung, sembari berbisik-bisik tipis. Seakan takut jika ada yang mendengar.

Sedang, Hanna dari kejauhan dengan indera penderangannya yang tajam sanggup mendengar obrolan mereka dengan amat jelas. Satu hal yang ia tangkap, berarti benar tak ada seorang pun perempuan yang masuk ke sana setelah Denisa, dan ia menjadi orang pertama yang dapat memiliki kesempatan untuk melakukannya. Dan, terakhir kata yang bisa ia terjemahkan, rupanya sempat gempar Denisa di dalam sana kedapatan hanya menggunakan handuk. Luar biasa mengerikan dunia orang-orang seperti mereka, terlalu liar untuknya yang awam, bahkan tidak termasuk pemula. Pun, tak bisa terlewatkan betapa jelasnya penekanan kata ‘tunangan’ yang keluar dari mulut mereka.

𝐒𝐞𝐛𝐮𝐚𝐡 𝐀𝐥𝐚𝐬𝐚𝐧 𝐏𝐚𝐭𝐚𝐡 𝐇𝐚𝐭𝐢 (𝐎𝐧 𝐆𝐨𝐢𝐧𝐠)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang