39. Kepingan Ingatan Di Masa Lalu🕊️

30 1 0
                                    

  Selamat membaca :)

Saran ost : Sempurna by Andra & The backbone

Btw, jika ditemukan kalimat rancu dan typo silakan langsung komen saja, ya. ;). Sekian intro dari penulis amatir ini. :v

______

Presentasi Rosa berjalan lancar, tanpa perdebatan panjang yang kadang sering dilontarkan Nathan. Karena biasanya di beberapa kali kesempatan pertemuan, Nathan lah yang memperumit, jadi banyak karyawan pada akhirnya takut untuk menjelaskan rancangan proposal iklan yang telah di buat oleh divisi. Nathan selalu suka bertanya, banyak membantah, dan tak tanggung-tanggung ia bisa merobek proposal yang telah di buat, dan memberhentikan sesi presentasi jadi ia mau. Maka dari itu, sebelum memberanikan diri untuk melakukan presentasi di depannya, banyak para karyawan ciut lebih dulu nyalinya.

Tapi, kali ini tak ada omongan kasar atau bahkan bentakan, adegan marah-marah yang biasanya mereka temui tiap kali berhadapan dengannys, kini seolah menghilang begitu saja. Entah apa yang terjadi, atau mungkin dewi fortuna tengah berpihak pada Rosa.

Rosa menarik napas panjang, usai mengucapkan terima kasih diujung penjelasan. Untung saja sejak tadi tak ada perintah untuk berhenti.

“Presentasinya lumayan bagus,” Nathan menyahut, dengan nada suara perfeksionis seperti biasanya.

Hanna yang mendengar pujian itu hanya bisa menyunggingkan senyum sinis. Padahal ia tahu jelas pria tersebut sedari tadi tak memperhatikan apa yang sudah di jelaskan. Sementara, seluruh orang yang ada di sana diam penuh kebisuan.

Nathan membuka tiap lembar proposal yang sudah dibuat. Meneliti paragraf demi paragraf, mengecek apakah masih ada kekurangan di dalamnya atau tidak. Sesekali ia mengerutkan alis nampak bingung, yang mana hal itu membuat jantung para karyawan berdetak lebih kencang. Takut bilamana ada kesalahan, dan tak tahu apa yang harus di jawab.

“Ini yang mengusulkan terkait skema pembuatan iklannya siapa?” tanya Nathan dengan raut begitu datar, matanya terpancar penuh ketajaman, bak belatih yang siap di tancapkan.

Dari kesembilan orang yang ada di sana, delapannya mengarahkan telunjuk ke arah Hanna yang sedari tadi hanya diam di tempat duduk, bahkan ia nampak hanya seperti manekin hidup.

Hanna yang menyadari semua pasang mata tertuju padanya, ia mengangkat tangan, membenarkan bahwa ialah si pembuat skema tersebut.

“Saya yang menyarankan, dan saya pula yang menyusun skema itu,” jawab Hanna dengan suara lantang, wajahnya yang memang sudah dingin, kini menjadi semakin tanpa ekspresi.

“Kalau skema pembuatan iklannya di buat semacam ini, bagaimana bisa perusahaan mampu menilai insight pertahunnya? Sementara, bukan perusahaan yang memperoleh data secara spesifik terkait jumlah dari kunjungan yang dilakukan orang-orang ke akun sosial media kita. Kamu tidak memikirkannya?” Nathan menyahuti amat kejam layaknya seorang atasan pada umumnya, sangat profesional. Seperti tak ada yang terjadi beberapa menit lalu.

“Izinkan saya menjawab, Pak. Oleh sebab itu, saya dan rekan-rekan lainnya berusaha untuk memastikan agar layanan iklan yang di tampilkan tidak monoton, dan terkait insight saya pikir jumlah totalnya bisa di peroleh dari perusahaan penyedia iklannya jika ingin melihat secara spesifik tentang peningkatan yang di maksud,” memastikan dengan jelas, Hanna menerangkan cukup serius.

“Tambahan, Pak. Saya dan Hanna juga sudah melakukan kontak langsung dengan manajer dari perusahaan penyedia iklan yang akan kami ajak untuk berkolaborasi, jadi kemungkinan kecil jika ada data yang terbaikan atau bahkan di sembunyikan. Kami semaksimal mungkin akan secara transparan memaparkan datanya,” Sebastian yang sedari tadi hanya menyaksikan akhirnya turut membuka suara, membantu Hanna dalam menyampaikan argumen.

𝐒𝐞𝐛𝐮𝐚𝐡 𝐀𝐥𝐚𝐬𝐚𝐧 𝐏𝐚𝐭𝐚𝐡 𝐇𝐚𝐭𝐢 (𝐎𝐧 𝐆𝐨𝐢𝐧𝐠)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang