35. Penyebab Tak Bisa Bersama🕊️

26 4 0
                                    

Happy reading.

Saran ost : Like I Want You by Giveon

Btw, jika ada kalimat rancu dan kata yang typo, silakan langsung komen saja di bagian yang salah, ya. Agar segera saya perbaiki. Terima kasih.

***

Pelukan yang semula erat hingga benar-benar mengekang napas itupun terlepaskan seiring dengan cepatnya Hanna melepaskan diri.

Ia bangkit sesegara mungkin sebelum ada yang menyadari kejadian aneh dan membingungkan yang kini terjadi di ruang hampa nan kosong itu. Rasanya begitu jelas tak karuan, ada sesuatu yang membuatnya deg-degan sekaligus takut untuk memaknai apa yang sebenar-benarnya tengah di hadapi oleh otak dan hatinya yang seakan-akan berubah tak lagi sinkron.

Bersama derap langkah pelan tanpa suara, di tambah semakin derasnya hujan di luar rumah, Hanna mengendap hingga menaiki anak tangga untuk sampai ke kamarnya di lantai dua turut serta mengikuti jantungnya yang tak mau berhenti berdetak keras.

“Sialan, apa yang dia coba lakukan? Dia pikir aku wanita murahan yang dengan mudah di ajak untuk jalan?” Hanna menepuk dadanya amat keras berulang kali.

Ia mengunci kamar seperkian detik kala tubuh ramping itu sepenuhnya masuk ke ruang kamarnya yang berdiameter tak terlalu luas. Hanna membaringkan tubuh acak di atas kasur, menghela napas perlahan kemudian ia embuskan berkali-kali untuk meredam suasana hatinya. Jujur saja, tidak ada yang pernah berani melakukan hal seperti apa yang di lakukan Nathan padanya. Pria itu, adalah orang pertama, dan ia tak bisa melakukan sedikit saja perlawanan tersebab ragu jika Arka menyadari kondisi keduanya yang mungkin akan menyebabkan kesalahpahaman.

***

Usai ditinggalkan, Nathan meringkuk-kan tubuh lalu tidur menghadap ke arah sandaran sofa. Ia menarik selimut tebal yang sempat di semaikan Hanna untuk menutup sekujur tubuhnya agar tak ditembus oleh dingin malam.

Dibalik selimut itu, terdapat wajah yang tak bisa menyembunyikan senyum. Ia menggigit sedikit bibirnya, kembali mengingat akan kalimat yang baru beberapa menit lalu ia bisikkan ke telinga Hanna.

“Kenapa aku melakukannya? Aku sudah gila! Benar-benar gila,” ia memukul dahinya kuat-kuat hingga ia meringis kesakitan.

Denisa pun tak pernah ia perlakukan seromantis dan seintim itu. Tapi, kenapa dengan Hanna rasanya lebih nyaman dan menyenangkan ketika melakukannya. Tantangan juga membayangkan reaksi Hanna yang selalu suka memberontak memberinya sensasi yang cukup menggelitik ketika diingat.

“Aku sepertinya memang sudah tidak waras lagi!”

*** 

Kota yang penat, bising yang mulai menyebar di bawah sofa, hingga menembus kain tebal yang kini menutupi tubuh dua orang lelaki—tengah tenggelam dalam mimpi panjang, bahkan seberkas cahaya yang menembus ventilasi rumah pun tidak dapat membantu mereka untuk membuka mata.

Sementara, di dapur telah riuh suasana dikarenakan piring juga sendok yang terus saling bersentuhan hingga menciptakan suara bising.

Hanna sibuk mengiris daging, sedang Ibunya telah selesai memasak sayur beserta sup, bahkan telah lebih dulu menyajikannya di atas meja dengan makanan yang telah memenuhi setiap sisinya.

“Bumbu dagingnya ada di dalam kulkas, nanti kamu campurkan saja langsung. Ibu mau mandi dulu,” tutur Mirna nampak bersemangat, selayaknya Ibu-ibu pada umumnya.

Sementara Hanna telah mengaduk semua bahan yang ada usai memotong kecil-kecil daging sapi yang telah di beli Ibunya tadi subuh. Serajin itu Sang Ibu, bahkan dirinya pun tidak sampai terbangun, di tambah cuaca yang lumayan mendukung untuk ia dan tubuhnya tenggelam dalam lelap.

𝐒𝐞𝐛𝐮𝐚𝐡 𝐀𝐥𝐚𝐬𝐚𝐧 𝐏𝐚𝐭𝐚𝐡 𝐇𝐚𝐭𝐢 (𝐎𝐧 𝐆𝐨𝐢𝐧𝐠)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang