23. Mendekap Debaran & Luka🕊

36 9 2
                                    

Happy Reading

Saran ost : Not Around by Nova

Btw jika ada kata typo ataupun kalimat rancu silakan langsung komen saja, ya, terima kasih. ;)

***

Seusai panggilan teleponnya berakhir, Nathan melepaskan secara sembarang benda pipih itu di atas meja. Ia melanjutkan melilit perban di telapak tangannya.

Hanna hanya fokus menatap keluar, nampak tak sudi melihat ke arah Nathan yang kini tengah berusaha menahan sakit entah dari wajah dan seluruh tubuhnya. Lebih tepat mungkin ia hanya tak mau tahu saja. Lagipula, urusannya di sini hanya membantu sebagai karyawan kepada atasan dan kepada sesama manusia.

“Jika telah selesai melakukan aktifitas Anda, tolong buka pintunya. Tidak baik di lihat karyawan lain ada seorang pekerja baru bisa langsung masuk ke ruangan CEO.”

Ia berucap dingin, datar, juga seraya memberitahu dengan embusan napas gusar.

Nathan hanya diam—tak mau menimpali apapun yang ia ucapkan. Seoakan pemberitahuan yang terlontar dari bibir Hanna merupakan angin lalu yang tak dihiraukan hadirnya.

Keduanya kembali dengan kondisi begitu hening. Tanpa suara yang tercipta hanya bunyi-bunyi kecil dihasilkan dari gerakan Nathan kala menarik tiap lembar perban juga obat.

“Saya bingung dengan cara kamu bersikap,” Nathan menghardik dingin.  “Tadi kamu mau membantu Saya, bahkan tanpa segan menyentuh wajah juga bagian tubuh Saya yang lain. Tapi sekarang, kamu berubah melebihi air dingin dalam kulkas dengan suhu 4 derajat celsius, padahal baru juga beberapa menit semua berlalu dengan baik.”

Sama halnya dengan sunyi, itu adalah perwakilan diri dari Hanna—ia teramat susah dijamah dan dimengerti, terlalu rumit hingga akhirnya susah baginya membuka diri.

Hanna mendecih dalam diam. “Untuk apa mengerti dengan orang biasa seperti Saya? Jangan membuat hidup Anda susah, urusi saja keperluan yang lebih bermanfaat. Tak penting sikap Saya seperti apa, tak akan ada untungnya juga bagi Anda ketika telah tahu bagaimana Saya aslinya.”

Jawaban menohok itu ia paparkan secara gamblang tanpa filter.

Nathan menyenderkan punggungnya ke sandaran kursi. Memperhatikan Hanna dari jauh. Tidak tahu harus memberi seruan apa sebagai balasan. Ia benar-benar gamang, padahal sedari tadi ada sekian banyak pertanyaan yang ingin ditanyakan.

“Benar, kamu tidak sepenting itu juga untuk menjadi beban pikiran Saya—” Nathan menimpali tak kalah datar. Tapi, pada nyatanya memang ia dan Hanna jelas tak punya hubungan. Hanya sebagai atasan dan bawahan yang satu sama lain membutuhkan dalam dunia pekerjaan. Cukup sampai di situ.

“Saya juga tidak suka ketika nanti ada yang menyebar rumor buruk atau bahkan sampai ada berita palsu tentang Anda karena Saya. Apalagi, Anda sudah punya kekasih, tindakan yang Saya lakukan seperti tadi pasti akan sangat melukai hati.”

Samar ucapan Hanna tersampaikan menyapa gendang Nathan yang duduk lumayan jauh darinya. Keduanya seakan sama-sama masuk ke dalam dunia di mana hanya mereka yang hidup di sana.

Nathan menyaksikan kesungguhan dari ucapan Hanna yang terdengar cukup tulus ditelinga. Mau bertanya lagi rasanya ini bukan dirinya, tapi jujur saja ia penasaran tentang bagaimana Perempuan itu memandangnya, terlepas dari seorang CEO, setidaknya sebagai Pria biasa yang dapat digapai oleh semua orang dari seluruh kalangan kasta bukan hanya khusus orang kaya saja.

“Kamu tak berniat meminta apapun? Uang? Atau sekadar menarik perhatian Saya? Apakah Saya sejelek itu?” dengan kerutan dahi keheranan Nathan bertanya. Hanna seperti tak memiliki minat lebih pada Lekaki. “Jangan bilang kamu suka sesama jenis?” timpalnya kemudian.

𝐒𝐞𝐛𝐮𝐚𝐡 𝐀𝐥𝐚𝐬𝐚𝐧 𝐏𝐚𝐭𝐚𝐡 𝐇𝐚𝐭𝐢 (𝐎𝐧 𝐆𝐨𝐢𝐧𝐠)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang