43. Keberangkatan Berdua🕊️

29 1 0
                                    

Selamat membaca :)

Saran ost : Lift Me Up - Rihanna

Silakan dinikmati ceritanya. Jika tidak suka, bebas untuk meninggalkan cerita ini. Jika ada komplain bahwa nama tokoh, latar, atau tentang cerita yang saya buat saduran/tiruan/copy paste dari cerita orang lain atau Anda sendiri yang membaca ini, silakan hubungi saya via chat pribadi. Tapi ingat, disertai dengan bukti tanggal, bulan, dan tahun kapan Anda membuat cerita tersebut. Karena SAPH ini prolognya terpublikasi tepat ditanggal 9 November 2020, jadi jika seandainya Anda mempublikasikan cerita yang menurut Anda saya meniru cerita Anda, pastikan dulu tanggal Up Anda kapan apakah setelah saya, atau sebelum saya.

Btw, jika ditemukan kalimat rancu dan typo silakan langsung komen saja, ya. ;). Sekian intro dari penulis amatir ini. :v

#PART43SAPH
#SAPH

Judul : Sebuah Alasan Patah Hati
Karya : Revina Okta Cahyani

______

Pergelutan panjang yang tak kunjung berakhir itu terputus saat mobil yang di kendarai Nathan sampai ke tempat parkiran sebuah vila dengan nuansa vintage kuno namun kesan klasiknya terpancar langsung menyapa para tamu yang datang untuk menginap di sana.

"Tidakkah ini terlalu berlebihan?"

Hanna yang menyadari sesuatu akhirnya bersuara.

"Ini vila keluargaku, jadi kita bisa menginap di sini dengan gratis," jawab Nathan, bersama tangan yang masih memegang setir mobil, menyejajarkan letak kendaraan roda empat itu di tempat parkiran.

Hanna yang tak sama sekali berpikir sejauh itu, ia membuang wajah menatap kepada Nathan-meyakinkan pernyataan yang baru saja Pria itu katakan.

"Milik ... keluargamu?" tanya Hanna-wajahnya dipenuhi rasa tak percaya.

Nathan mengangguk pelan, sembari tersenyum singkat, ia mengangguk yakin, "Kenapa?" melihat reaksi Hanna, Nathan merasa bahwa Wanita itu masih belum sepenuhnya yakin.

"Tidak, hanya sedikit kaget. Aku cukup percaya dengan uang keluargamu yang sebanyak itu tidak mungkin tidak bisa membangun vila seluas dan semewah ini," tandas Hanna, menyanggah.

"Tapi raut wajahmu mengatakan sebaliknya," Nathan menimpali dengan tawa kecil.

"Memangnya kalau kaget tidak bisa, ya?"

"Ya sudah, daripada semakin panjang obrolannya, lebih baik kita masuk. Emangnya kamu enggak capek berdebat terus?"

"Kalau sama kamu sudah bisa di pastikan tidak akan capek," balas Hanna, lalu turun dari mobil tanpa aba-aba Nathan. Sedang, Nathan yang ditinggalkan begitu saja tidak bisa menyembunyikan raut sumringah di wajahnya.

Perjalanan keduanya cukup panjang, memakan waktu hampir tiga jam lamanya. Menjauh dari pusat kota, menjamah tiap tragedi-tragedi kecil yang terjadi selepas ia dan Hanna saling menghabiskan waktu bersama. Entah apa yang setelah ini terjadi, harapannya takdir tak terlalu menaburkan banyak sakit.

***

Langkah keduanya masuk beriring. Nathan tak mengizinkan Hanna untuk membawa tasnya sendiri, jadi kini ia menarik koper serta menggenggam erat tas milik Hanna.

Hanna yang masih tak percaya, sesekali menengok kepada Nathan, dengan headset yang masih setia mengisi pendengarannya-lagu terputar di sana dengan sedikit keras-sementara Pria itu terus berjalan menuju resepsionis vila. Di sana telah berdiri seorang Laki-laki dan Perempuan, mereka nampak memberi salam hormat dari kejauhan. Tanpa terkecuali beberapa orang yang melewati keduanya-bisa disimpulkan Hanna bahwa itu adalah pekerja vila tersebut sebab pakaian mereka semua sama.

𝐒𝐞𝐛𝐮𝐚𝐡 𝐀𝐥𝐚𝐬𝐚𝐧 𝐏𝐚𝐭𝐚𝐡 𝐇𝐚𝐭𝐢 (𝐎𝐧 𝐆𝐨𝐢𝐧𝐠)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang