27. Hari Menyakitkan🕊️

40 5 2
                                    

Happy Reading

Saran ost : Double Take by Dhruv.

Btw, jika ada typo pada kata juga kalimat rancu dalam kalimat, silakan langsung komen saja, ya. :) Terima kasih.

_______

Suasana perusahaan mulai berubah secara perlahan seiring dengan semakin banyaknya karyawan yang datang bekerja. Tak terkecuali ruang kerja di divisi periklanan Saylendra, sepertinya ini adalah divisi paling sibuk di antara yang lain. Bukan hanya mengurusi periklanan, namun para karyawan juga sibuk dengan berbagai macam rancangan-rancangan yang terbilang amat rumit, terlebih menyangkut citra yang coba di tonjolkan perusahaan melalui berbagai jenis iklan yang dilakukan entah brosur, baliho, pamflet, iklan di televisi, dan masih banyak lagi.

Sebastian tak sama sekali melirik ke arah lain, ia hanya fokus berjalan menuju ruang kerjanya.

“Han, Bapak Nathan hari ini terlihat aneh, ya. Kenapa dia mau berhimpitan di ruangan elevator karyawan sedang elevator khusus atasan lebih nyaman. Aneh, kan?” tanya Sebastian, ia terus melangkah, nampak tak berniat pula mendengar balasan Hanna.

“Hanna? Menurutmu alasan dia seperti itu kenapa?" Sebastian menimang-nimang sendiri isi pikirannya saat ini. Entahlah, hanya merasa agak tak masuk akal saja, ia menempelkan tangannya ke dagu, sedikit berlagak sok menjadi detekfit.  “Padahal, sebelum-sebelumnya dia enggak pernah masuk ke lift itu, Han, aku berani bersumpah—”

Tidak selesai ucapannya, ketika tubuh tinggi itu berbalik memastikan pada siapa ia berbicara. Nihil! Hanya ada beberapa karyawan dari divisi lain yang menyusul dari arah belakangnya.

“Hanna?” tanya Sebastian panik, ia membuka mata lebar-lebar, meyakinkan diri sendiri juga memastikan apakah ia salah lihat. Tapi, sepertinya ini nyata. Hanna kemana?!

“Kalian lihat perempuan dengan rambut sebahu? Mengenal blazzer putih? Dia setinggi ini...,” ia memperagakan, memberi contoh, sekiranya orang-orang yang kini ada dibalik tubuhnya itu tahu.

Penjelasannya hanya menuai respons aneh nan kebingungan dari beberapa karyawan tersebut. Mereka menatapnya dengan kerutan di dahi, mungkin turut bertanya-tanya.

Lebih sialnya adalah kenapa kejadian ini harus terjadi ketika ia membahas CEO dari Saylendra?! Benar-benar bodoh. Sebastian memukul keras kepalanya, merasa tak punya otak. Mustinya ia pastikan dahulu apakah orang yang di ajak berbicara sedang berada di sana mendengarkan.

Tak tunggu lama, karena sepertinya para karyawan tersebut pun tidak mengetahui apa maksud dari keterangan acak yang ia berikan. Akhirnya Sebastian berlari kembali ke arah lift,  hingga saat ia tiba di sana, terbukalah kurungan besi tersebut tepat di depan matanya. Menampakkan hampir lebih dari 7 karyawan yang berada di dalamnya sedang berdiri amat teratur, tak ia perhatikan siapa saja, yang di carinya hanyalah Hanna.

“Hanna....” sapa Sebastian kala matanya bertemu tatap dengan Wanita yang membuatnya menunggu.  

Hanna keluar sembari mengangkat tangan, dengan wajah yang sama seperti biasanya—datar—dingin—tak tersentuh. Ia tak balik menyapa Sebastian, hanya di lengkungkannya senyum tipis di sudut bibir.

Sebastian tak menyahuti apapun, ia melihat perubahan di wajah Hanna, hal itu cukup membuatnya sadar bahwa tak baik untuk mengganggu seseorang yang sedang dalam suasana hati tidak stabil.

“Aku... tidak sadar kamu ternyata ke lantai atas,” memastikan bahwa tak ada kecanggungan, Sebastian berusaha bersuara, juga menyamakan langkah dengan Hanna. Sesekali ia menengok ke arahnya, merasa bersalah. “Kamu ada urusan di lantai berapa memangnya? Kenapa tak memberitahuku? Agar aku bisa menemanimu ke sana,” sambungnya.

𝐒𝐞𝐛𝐮𝐚𝐡 𝐀𝐥𝐚𝐬𝐚𝐧 𝐏𝐚𝐭𝐚𝐡 𝐇𝐚𝐭𝐢 (𝐎𝐧 𝐆𝐨𝐢𝐧𝐠)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang