24. Merangkul Perih🕊

39 10 0
                                    

Happy Reading

Saran Ost : Slow by Sole

Btw, jika ada kalimat rancu ataupun kata yang typo, silakan langsung komen saja, ya, agar segera Saya perbaiki. Terima kasih :).

***

Meratap dalam renung paling dalam adalah kini yang dilakukan Arka. Tanpa kalimat penutup, obrolan mereka telah lebih dulu berujung. Basa-basi yang biasa digunakan mencairkan suasana, kini tak bisa lagi mengembalikan kondisi menjadi seperti semula.

Hanna mengunyah satu-per-satu santapan yang kini telah sedikit demi sedikit berkurang di atas piringnya. Ia sedikit memaksakan mengunyah semua, kalimat yang baru saja ia keluarkan jelas ditujukannya langsung pada Arka.

"Kenapa kamu bertanya begitu?" Hanna mengangkat kembali pandang, ditatapnya lurus Arka yang kini telah berhenti mengunyah.

Arka memilih membuang lirikan mata-mengalihkan penglihatan, sebab menatap Hanna rasanya tak tega. Kemudian ia menggeleng, seolah mengatakan bahwa pertanyaan itu tak berdasar dari apapun.

"Hanya ingin bertanya saja. Aku kagum dengan jawabanmu," timpal Arka tanpa beban. "Hufh, rasanya panas sekali di sini," sambungnya sembari menggerakkan kameja, juga mengipas pelan wajahnya.

Hanna memperhatikan tanpa mau menjawab apapun.

"Makanannya pedas sekali, Aku pikir tadi tidak akan sampai membuat tubuhku gerah," Arka tertawa pelan, sembari menghentakkan bahu-cukup canggung.

Masih tak merespon, Hanna merasa makanan itu tak pedas sama sekali, justru cenderung manis-asin. Dari tadi juga AC-nya berjalan normal.

Arka menghentikkan gerakan tak jelasnya kala Hanna tak mau memutus pandangan dari matanya. Ia berdehem sedikit nyaring, menggali pita suara yang susah payah untuk di ajak berkompromi.

"Kamu mau tambah makanan? Aku pesankan?" kembali Arka bertanya kebingungan.

"Tidak, aku sudah kenyang. Kamu harusnya makan saja, tak perlu banyak bertanya. Kadang berbicara ketika makan hanya akan membuat napsu makan berkurang, makanannya rugi jika harus di buang," tandas Hanna begitu serius.

*Aku pikir kamu ingin mengklarifikasi jawabanmu tadi.*

Arka membasahi bibir bawahnya, kemudian mengangguk pelan. "Iya, aku lanjut makan."

Perkiraan yang benar-benar salah jika ia berharap Hanna peka.

Dengan tanpa basa-basi lagi, Hanna menghabiskan seluruh makanan tanpa tersisa apapun di atas meja itu. Kecuali menu milik Arka-ia memaksakan semua makanan masuk ke dalam mulut, di telannya susah payah, berhenti membuka obrolan.

Selang tiga puluh menit lebih mereka mengisi perut, keduanya membayar makanan yang telah dpesan, kemudian keluar berurutan dari restoran.

"Oh, ya, aku pulang sendiri saja. Soalnya ada beberapa urusan lain yang tidak bisa aku kesampingkan, dan harus kulakukan sekarang. Jadi, kamu pergi saja. Aku naik bus kota," ucap Hanna setelah teringat olehnya sesuatu.

"Membelikan bahan kue Ibumu?" tanya Arka sembari mengangkat alis.

Hanna tersenyum simpul, kemudian mengangguk membenarkan.

"Kenapa tidak sekalian saja denganku? Aku akan langsung mengantarmu pulang ke rumah, Han. Ada sesuatu lain yang ingin kamu kerjakan?"

"Astaga, anak ini," Hanna memukul lengan tangan Arka-tak terlalu kuat. "Pergilah, aku akan membelinya sendiri. Lagipula tadi pagi juga kamu sudah menjemputku, nanti Ibuku bertanya padamu tentang hubungan kita. Sebelum itu terjadi, lebih baik kita pisah saja di sini," sambungnya sembari tak melepas lengkung di bibir.

𝐒𝐞𝐛𝐮𝐚𝐡 𝐀𝐥𝐚𝐬𝐚𝐧 𝐏𝐚𝐭𝐚𝐡 𝐇𝐚𝐭𝐢 (𝐎𝐧 𝐆𝐨𝐢𝐧𝐠)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang