_____________Takashi Reichi.
Ia memiliki wajah yang oval, kulit putih susu yang sepertinya banyak membuat wanita iri, matanya beriris merah dengan tatapan tajam, rambutnya yang berwarna merah darah dibelah dua dengan poni setengah menjuntai ke dahi.
Badan proposal dengan wajah rupawan.
Seorang Remaja berusia 19 yang hampir tidak lepas dari tawa. Apapun itu selalu saja ditertawakan olehnya. Terkadang orang lain bingung dengan stok tawa yang dimiliki remaja itu.
Pernah suatu hari dia menertawakan Ibunya karena masakannya gosong, akibatnya dia mendapatkan omelan dan hukuman yang cukup mengguncang jiwa.
Pernah juga dia menertawakan Adiknya yang jatuh karena terpeleset hingga menangis. Ibunya datang, lalu menghukum Remaja itu lagi.
Yang paling parah adalah saat dia menertawakan Kakaknya yang saat itu sedang Meeting karena salah pengucapan. Hingga membuat semua Karyawan dan Rekan kerja sang Kakak menatapnya aneh.
Setelah semua hukuman dan rasa malu yang didapatnya, dia tidak pernah menyesal atau mengendalikan diri di hadapan Orang lain. Dia tetap tidak bisa menahan tawa terhadap hal sepele.
Tapi, ada sisi lain yang tidak pernah diketahui banyak orang.
Entah kapan kita akan melihat itu...
____________
Rei duduk di tepi ranjangnya. Tangannya memegang Novel yang kini terbuka di halaman tengah. Dengan ekspresi serius di wajahnya, Rei membaca Novel bergenre misteri itu.
Tapi tak lama kemudian, tawa terdengar di belahan bibirnya. Hingga Pemuda lain yang sedang mengamatinya menghela nafas lelah.
Suara langkah kaki terdengar, tapi Rei belum juga menghentikan tawanya.
Pemuda lain itu merebut Novel untuk melihat apa yang menurut sang Adik lucu.
Dia mengerutkan kening saat melihat hanya ada adegan pembunuhan disana. Pemuda itu akan menganggap Adiknya Psychopath jika bukan karena selera humornya yang rendah.
"Apa yang lucu Rei?" tanya Pemuda itu dengan kebingungan yang sangat jelas.
Rei menghentikan tawanya setelah beberapa detik. Lalu dia menyeringai. "Aku hanya merasa lucu membaca adegan si pembunuh memotong kaki si Korban."
Pemuda itu terperangah mendengar jawaban sang Adik. Dia semakin merasa Adiknya seorang Psychopath karena menertawakan hal yang menurutnya menyeramkan.
"Seriuslah, apa yang lucu? Jangan bilang kau diam-diam seorang Psychopath?"
Pemuda itu menyesal mengajukan pertanyaan, karena Adiknya kini kembali tertawa.
Melihat raut masam Kakaknya, Rei mencoba menghentikan tawanya. Dia mencoba berbagai cara agar menghindari amukan Kakaknya yang cukup pendendam itu.
"Aku tertawa karena berpikir, 'Hey, apa kau tidak mencium bau metalik saat memotong kaki itu? Bukannya bau darah dapat mempengaruhi seseorang?' itu lucu sekali menurutku hahahaha...," jawab Rei dengan tawa yang diselingi di setiap perkataannya.
Pemuda itu sekali lagi terperangah. Tidak begitu mengerti apa yang lucu dari hal tersebut.
"Bagaimana dengan bagian Psychopath?"
Pemuda itu kembali bertanya setelah tawa menghilang dari bibir Rei.
"Aku hanya lucu membayangkan harus mencium bau metalik setiap hari karena pembunuhan yang aku lakukan."
KAMU SEDANG MEMBACA
Another Way [✓]
FanfictionDia hanya Pemuda biasa dengan selera humor rendahan. Hampir semua hal sepele dapat ditertawakan olehnya. Hingga dia tidak pernah tau harus tertawa atau menangis saat tertarik pada seorang pembunuh yang bersembunyi dalam kedok keadilan. Spoiler untuk...