___________
Warning:
•Berisi percobaan bunuh diri
•Jangan meniru adegan apapun
•Part yang panjang (3k)
•Biar gak bosen, bacanya setengah sekarang terus setengahnya lagi nanti atau besokOke, happy reading!!
Saat pisau mengiris kulitnya, kelegaan adalah satu-satunya yang dirasakan. Tidak ada perih maupun sakit, seolah perasaan itu hilang tertelan dengan rasa bersalah.
Light memegang ujung wastafel dan duduk di ubin dingin. Matanya tertutup demi menghindari reaksi seperti tadi. Mendengar kata pembunuhan saja sudah membuatnya bertingkah seperti orang gila, apalagi jika melihat darah, pasti akan lebih buruk dari hal tadi.
Dalam keadaan itu, dia memikirkan banyak orang. Orangtuanya yang pasti kecewa dengan keputusannya, Sayu yang sedang menangis meratapinya, L yang juga kecewa karena tidak menangkap Kira, Keluarga Takashi...apakah mereka juga sedih karena kehilangannya? Dan—
Reichi.
Light terkekeh miris saat mengingat berbagai lelucon yang dilontarkan Pemuda bersurai merah itu. Meskipun tidak mengakuinya secara lantang, Light akan sangat merindukan lelucon buruk itu, tingkahnya yang konyol dan pembawaannya yang selalu ceria.
Light akan merindukan itu...
Entah berapa lama Light terduduk disana, tapi dia mulai merasakan pusing mendera kepalanya. Meskipun tidak melihatnya, dia bisa merasakan darah yang terus keluar dari pergelangan tangan.
Mendengar pintu yang terbanting terbuka, kesadaran Light mulai menipis. Dia merasakan sesuatu terpasang di matanya, saat Light mencoba membuka mata, hanya ada kegelapan. Tubuhnya terangkat ke udara, dia tidak bisa melawan karena sudah kehilangan tenaga.
Pria yang sudah dipastikan Hikaru itu membawanya kembali ke Kamar dan membaringkannya di ranjang.
Kelopak matanya memberat. Dia ingin melawan, berusaha mencegah Hikaru menutup lukanya, tapi tenaganya sudah terkuras habis. Light akan pingsan kapanpun juga.
"Jangan coba-coba pingsan."
Nada suaranya yang sedikit dalam membuat Light berusaha terjaga. Hal baru baginya untuk mendengar nada lain selain kelembutan dari suara Dokter itu.
Sementara itu, Hikaru berusaha untuk tidak panik. Dia adalah seorang Dokter. Situasi semacam ini sudah seperti makanan sehari-harinya.
Tapi dia takut. Sangat takut terjadi sesuatu pada Light. Ini adalah salahnya. Seandainya dia tidak meninggalkan Light dalam keadaan yang belum stabil, kejadiannya tidak akan seperti ini.
Ini bukan waktu yang tepat untuk menyalahkan diri. Yang paling penting sekarang adalah keselamatan Light.
Dengan hati-hati, Hikaru meletakkan tangan Light di bantal yang sudah ditumpuk. "Jangan melakukan apapun." Setelah itu, Hikaru berlari ke Kamar mandi dan kembali membawa dengan semangkuk penuh air.
Hikaru meletakkan mangkuk tersebut di meja dan kembali memegang tangan Light dengan lembut. Dengan teliti, Hikaru membersihkan darah yang masih saja keluar dari pergelangan tangan lelaki yang lebih muda.
Setelah dirasa cukup, Hikaru menekan luka Light, lalu sedikit membungkuk untuk mengambil kotak P3K di laci bawah meja. Dia mengeluarkan antiseptik dan mengoleskannya pada luka Light.
Membersihkan bekas darah, Hikaru lalu menutup luka dengan kain kasa dan melilitkan perban.
Saat merasa sudah cukup baik, Hikaru kembali menurunkan tangan Light di bantal tadi. Melihat dada Light yang naik turun, membuat Hikaru sangat lega.
KAMU SEDANG MEMBACA
Another Way [✓]
Fiksi PenggemarDia hanya Pemuda biasa dengan selera humor rendahan. Hampir semua hal sepele dapat ditertawakan olehnya. Hingga dia tidak pernah tau harus tertawa atau menangis saat tertarik pada seorang pembunuh yang bersembunyi dalam kedok keadilan. Spoiler untuk...