Desicion

81 19 0
                                    

___________






Meskipun tidak menunjukkan ekspresi apapun, sebenarnya dia sangat gugup saat menunggu tanggapan Remaja di depannya.

Tatapannya tidak beralih dari netra coklat Light. Sikapnya ini menunjukkan kalau dia serius dalam pernyataannya tadi. Bisa saja Light akan berpikir ini lelucon jika Rei menatap kemana-mana.

Sial!

Awalnya Rei hanya berniat untuk menyatakan perasaannya. Dalam skenarionya, ciuman itu tidak pernah ada. Tapi, perasaannya tidak bisa dibendung saat melihat perhatian Light yang hanya mengarah padanya. Bibirnya itu seolah memiliki magnet untuk membuat siapapun ingin mengecupnya.

Dan sekali lagi, sial!

Bibirnya sangat lembut. Tidak begitu manis namun memabukkan. Perasaan yang dipendamnya selama ini seolah menyembur keluar saat bibir mereka saling bersentuhan. Ingin melangkah lebih jauh, namun teringat kalau tak ada ikatan apapun diantara mereka.

Light tidak membalas maupun menghindar. Mungkin karena terlalu terkejut, Light tidak melakukan apapun.

Saat menjauhkan diri, Rei mengharapkan sebuah pukulan. Tapi, setelah sekian lama pukulan itu tak pernah ada. Light hanya menatapnya dalam diam dan tidak menunjukkan ekspresi apapun.

Ayolah katakan sesuatu. Pukul aku! Maki aku! Terima aku! Jangan diam saja!

Rei tidak takut dengan penolakan Light. Dia lebih takut kalau Light akan membenci dan menjauhinya karena masalah ini. Bagaimana jika Light jijik dengannya? Bagaimana jika Light suka perempuan? Bagaimana jika Light homoseksual?

Tidak. Meskipun Light adalah seorang homoseksual, dia tidak akan rasis dan menjauhi Rei. Remaja itu pasti mengerti kalau seksualitas seseorang itu tidak bisa dihujat.

Tapi, Rei juga butuh kepastian untuk perasaannya ini. Mereka mungkin baru mengenal beberapa Minggu, tapi perasaan Rei sudah sangat kuat dan ingin segera memiliki Light disisinya. Namun, dia paham kalau perasaan orang lain tidak dapat dipaksakan. Maka dari itu, dia akan menunggu jawaban Light.

"Maaf, aku tidak bisa."

Sakit.

Meskipun Rei mengatakan tidak terlalu berharap diterima oleh Light, tetap saja rasanya sangat sakit dan sesak. Seolah ada beban transparan yang menghantam dadanya hingga dia tidak bisa bernapas.

Untuk menguatkan diri, Rei mencoba tersenyum nakal seperti biasa. Meskipun berusaha, usahanya dipastikan gagal saat melihat tatapan sendu Light. Remaja itu mampu menembus fasadnya dengan mudah.

"Eh...kau yakin? Nanti menyesal loh menolak lelaki setampan aku."

Menyembunyikan rasa sakit dibalik senyuman itu tidaklah mudah. Dalam hidupnya, Rei jarang membohongi dirinya sendiri. Pernyataan orang lain tentang betapa sempurna hidupnya, itu sangat tepat. Dia punya keluarga yang harmonis, teman yang banyak, orang yang mengaguminya juga tidak sedikit. Jika ini adalah dunia Anime, Rei tidak mungkin seorang Protagonis.

Biasanya Protagonis selalu memiliki hidup yang rumit, kan?

"Ya..."

"Tidak, tidak. Jangan menatapku begitu, aku tidak seputus asa itu."

"Benar, kau akan sangat menyedihkan jika bukan aku yang menolakmu."

Hanya tawa yang diberikan oleh Rei.









_________

Light tidak tahu apakah ini kesialan atau apa.

Setelah adegan cukup serius tadi, keesokan harinya Rei mengajaknya untuk keluar sekedar refresing. Light menerima dengan harapan itu akan sedikit mengobati kekecewaan Rei. Meskipun lelaki itu tidak menunjukkan kekecewaan, Light tahu kalau Rei pasti sedih dan kecewa. Siapapun pasti akan begitu juga.

Another Way [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang