[Merawat Bayi]
__________
Mobil itu terhenti di sebuah rumah.
Seihiro adalah yang pertama keluar, disusul oleh Light dan Reichi.
Karena Reichi terlihat kesusahan saat menggendong Ray, Light dengan lembut mengambil alih menggendong bayi itu. Reichi ingin menolak, tapi lengannya sudah tidak tahan lagi.
Sementara itu, Seihiro memperhatikan mereka dengan kilatan kecurigaan di netra shappire.
"Ayo masuk." Seihiro berjalan duluan, diikuti oleh keduanya.
Saat masuk ke rumah, Reichi langsung duduk dan merebahkan diri di sofa. Kakinya sangat pegal dan tangannya seperti mati rasa. Melihat Light yang masih berdiri, Reichi menggeser tubuhnya dan mengisyaratkan agar Light duduk.
Light mengabaikan Reichi, memilih menatap Seihiro. "Seihiro-san, bisakah bayi ini tinggal disini?"
"Jelaskan dulu asal-usul bayi ini," jawab Seihiro.
"1 jam yang lalu kami menemukan bayi tergeletak di sebuah kursi taman, lalu kami mengambilnya dan membawanya ke kantor Polisi. Polisi awalnya akan memasukannya ke Panti Asuhan, tapi keadaan disana sangat buruk. Makanya Polisi meminta kami merawatnya sampai orangtuanya ditemukan." Light menjelaskan.
"Dan kalian menerimanya?" tanya Seihiro lagi.
"Ya, kami tidak punya pilihan."
"Hm...bukannya aku menentang, tapi siapa yang tahu apa yang terjadi pada orangtua bayi itu? Mungkin saja keadaannya berubah dan kalian justru harus merawat bayi itu selamanya."
Seihiro bukan pria berhati dingin yang akan mengabaikan bayi terlantar, ia hanya berfikir realistis. Mereka berdua bahkan belum mencapai usia 20 tahun, tidak mungkin dapat mengadopsi bayi.
Apalagi orangtuanya juga sedang tidak ada di rumah, semakin membuat hal-hal menjadi merepotkan.
"Aku akan bertanggungjawab! Mungkin aku belum bekerja, tapi aku akan berusaha bekerja sambil kuliah untuk menghidupi Baby Ray. Seandainya terjadi sesuatu kepada orangtua Baby Ray, aku akan merawatnya!"
Light tertegun sambil menatap Reichi. Ia tidak menyangka kalau Reichi akan pergi sejauh itu demi seorang bayi yang tidak dikenal. Perilaku itu hampir membuatnya tersentuh.
"Aku tidak menyangka akan mendengar itu darimu. Yahh...kurasa kau sudah mulai dewasa, Rei."
Mengabaikan seruan marah Saudaranya, Seihiro kembali berbalik pada Light dan mendekatinya. "Boleh aku menggendongnya?" tanyanya.
Light mengangguk. "Tentu."
"Tidak boleh, kau pasti akan membuat Baby Ray tidak nyaman!" seru Reichi dengan seringai di bibirnya.
Seihiro mengerutkan kening, ia menatap Reichi dengan kesal. "Anak nakal bodoh! Memangnya kau pikir siapa yang merawatmu saat bayi?!"
"Tentu saja Ayah dan Ibu!" Seringai Reichi semakin lebar saat melihat Kakaknya semakin marah.
"Darimana kau tahu itu?! Kau masih kecil saat itu."
Reichi memutar bola matanya bosan. "Apa kau lupa, Sei-Nii? Usiamu baru 4 tahun saat aku lahir dan jangan menjadikan Keiro dan Karen alasanmu, usiamu baru 9 tahun saat itu."
"Apa katamu?!"
Light menghela nafas. Remaja itu duduk di sofa, mengabaikan sepenuhnya perdebatan bodoh kedua Saudara itu. Awalnya ia mengira kalau Reichi saja yang konyol, ternyata Seihiro sama saja.
KAMU SEDANG MEMBACA
Another Way [✓]
FanfictionDia hanya Pemuda biasa dengan selera humor rendahan. Hampir semua hal sepele dapat ditertawakan olehnya. Hingga dia tidak pernah tau harus tertawa atau menangis saat tertarik pada seorang pembunuh yang bersembunyi dalam kedok keadilan. Spoiler untuk...