______________
Helaan nafas terdengar di sebuah Kamar yang berada di atas. Seorang Pemuda tengah duduk di kursi kerja miliknya sambil menopang dagu. Tangannya memain-mainkan Pena dan pandangannya terpaku pada berbagai diagram di layar laptop. Karena lelah dan malas, pekerjaannya masih belum selesai sampai sekarang. Batas waktu pengerjaannya sampai besok dan dia baru sampai beberapa baris saja.
Saat mendengar pintu terbuka, dia tak menghiraukannya. Berpikir itu adalah Saudaranya yang sudah pulang.
"Nii-sama."
Mendengar panggilan akrab itu, dia mendongak dengan malas kearah Adiknya yang tengah berdiri di depan pintu. Tapi kelelahannya hilang saat mendapati ada Remaja lain yang berdiri di samping Adiknya.
"Selamat sore, Seihiro-san," ujar Remaja itu sambil membungkukkan tubuh setengah derajat.
Seihiro mengangkat alis melihat seseorang yang akhir-akhir ini dekat dengan Saudaranya. Memang tidak terlalu aneh jika Rei membawa Remaja itu ke rumah, tapi kenapa sekarang saat tidak ada siapapun? Sisa Keluarganya pergi karena ada urusan di luar kota. Lalu, apa yang akan dilakukan keduanya?
Seihiro memicingkan matanya curiga. Sejak awal dia tidak pernah memiliki firasat bagus tentang Pemuda ini. Penampilannya memang tampak normal seperti Remaja lainnya, apalagi ditambah dia adalah Putra Polisi. Seharusnya tidak ada yang aneh, bukan? Tapi tetap saja Seihiro tidak bisa menahan kecurigaannya.
"Selamat sore, Yagami-kun. Kebetulan sekali kau kemari, aku ingin membicarakan sesuatu. Ayo pergi ke ruang tamu."
Tanpa mendengar jawabannya, Seihiro pergi mendahului keduanya. Dari sudut matanya dia bisa melihat kebingungan di mata keduanya. Mereka saling menatap kemudian mengikutinya ke ruang tamu.
"Duduklah."
Seihiro duduk di sofa tunggal dan membiarkan Light duduk di sofa panjang. Postur tubuhnya santai tapi menunjukkan intimidasi dan itu berhasil mempengaruhi Light. Remaja itu terlihat gelisah saat duduk tidak jauh dari Seihiro.
Melihat Saudaranya yang akan duduk juga, Seihiro membuka suara, "Biarkan kita bicara berdua, Rei."
"Kenapa begitu? Aku cuma akan mendengarkan, tidak akan menganggu."
Selain kekesalan, Seihiro bisa melihat kegelisahan di mata Rei. Matanya terus mengarah pada Light yang masih terlihat tenang meskipun tidak sepenuhnya. Mengapa Adiknya gelisah meninggalkan mereka berdua? Seihiro tak akan melakukan apapun pada temannya itu. Mereka hanya akan berbicara saja. Jika mereka tidak menyembunyikan apapun, tidak perlu ada yang ditakuti. Terkecuali jika mereka memang memiliki sesuatu yang disembunyikan.
"Aku ingin bicara berdua dengan temanmu," Seihiro menekankan katanya agar Rei mau mundur.
"Tapi-"
"Tidak apa-apa. Kita hanya bicara sebentar. Aku akan menemuimu nanti."
Komunikasi dengan mata sepertinya tengah terjadi diantara mereka. Beberapa detik kemudian Rei menghela nafas dan mengangguk. Memberikan tatapan terakhir padanya, Rei meninggalkan ruang tamu.
Setelah Rei pergi, keheningan melanda. Seihiro bukannya tidak memiliki kalimat untuk dikatakan, dia hanya ingin mengetes seberapa tahan Light dengan kecanggungan ini. Tatapannya tidak pernah meninggalkan bentuk duduk Light dan Remaja itu balas menatapnya dengan pandangan netral.
Beberapa menit kemudian mereka masih seperti itu. Seihiro mengangguk dalam hati melihat tatapan Light yang masih tidak goyah mendapatkan intimidasinya. Dia harus memuji ketahanan mental Light.
KAMU SEDANG MEMBACA
Another Way [✓]
FanfictionDia hanya Pemuda biasa dengan selera humor rendahan. Hampir semua hal sepele dapat ditertawakan olehnya. Hingga dia tidak pernah tau harus tertawa atau menangis saat tertarik pada seorang pembunuh yang bersembunyi dalam kedok keadilan. Spoiler untuk...