Love and Revenge

102 15 6
                                    



•Part yang panjang
•Gore
•Kekerasan yang bukan untuk tiruan









__________________

Cinta atau Balas dendam?

Sebuah cambuk panjang dan cukup besar dipandangi olehnya. Dengan sikap tenang, ia duduk di sebuah kursi kecil sembari membelai sebuah cambuk.

Tatapannya yang gelap menyapu bentuk tubuh tawanannya yang bisa dibilang tidak baik-baik saja. Tubuh telanjangnya dikotori oleh memar kebiruan dan darah kering yang berada di punggungnya.

Pemandangan itu benar-benar menyedihkan.

"Apa kau tahu gunanya cambuk?"

Light tidak menjawabnya dan malah membuang muka. Kemarahan kembali membara dan rasa ingin menyakiti semakin dalam.

"Baiklah, kurasa kau tidak tahu. Maka dari itu akan menunjukkannya langsung. Seperti kata pepatah, tindakan lebih baik daripada kata-kata."

Hikaru berdiri dari duduknya. Light semakin membuang muka dan menutup kedua matanya. Terkadang Hikaru kembali berpikir akan keputusannya ini. Jika Hikaru tidak menyiksa Light, apakah kilatan kepercayaan diri di mata Light akan tetap ada?

Hikaru menggelengkan kepalanya dan kembali fokus pada Light. Tidak ada gunanya menyesali apapun. Keputusannya ini sudah sangat benar.

Hikaru berjalan ke belakang Light. Ukiran nama Saudarinya masih utuh dan diwarnai dengan darah. Rasanya tidak benar harus mengotori nama Adiknya, tapi ia yakin Ayano juga pasti senang dengan yang dilakukannya ini.

Hikaru mencengkram cambuk itu semakin erat. Semakin erat pegangannya, sedikit demi sedikit tangannya menjadi gemetar.

Mengapa dia gemetar?

Tanpa mempedulikan penyebabnya, Hikaru melesatkan tali itu tepat mengenai tubuh Light.

"Ah!"

Light terdorong kedepan dan hampir terbaring, tapi lengannya menopang tubuhnya. Sepertinya anak muda itu tidak ingin hanya berbaring dan terlihat lemah.

Hikaru mencambuk Light lagi dan lagi. Bekas cambukan di punggung Light terlihat jelas dan menyakitkan. Apalagi ditambah dengan luka pertama yang masih belum sembuh sepenuhnya. Hikaru juga memastikan mencambuk setiap inci tubuh Light tanpa ada yang terlewat.

Setiap cambukan yang dilayangkan pada Light, dadanya terasa sakit seperti diremas dengan erat. Apalagi saat melihat Light menggigit bibirnya untuk meredam suara. Rasanya bukan hanya Light yang tersiksa, tapi ia juga.

Kenapa? Kenapa harus begini? Kenapa harus Light?

Hikaru kembali mencambuk Light, kali ini lebih keras dan dalam. Saat merasa tak ada yang terlewat lagi, Hikaru menghentikan aksinya sembari mengamati punggung Light yang sepenuhnya sudah tertutupi oleh bekas cambukan berwarna merah. Beberapa garis cambukan juga mengeluarkan darah dan pasti akan infeksi jika tidak segera diobati.

Hikaru melangkah ke toilet, lalu kembali dalam beberapa saat sembari membawa seember air mendidih.

Dokter itu kembali berjalan ke belakang Light dan lagi-lagi tangannya gemetar. Menahannya sejenak, kali ini tanpa ragu ia menyiramkan air itu ke punggung Light. Tanpa sadar, kedua bola matanya tertutup saat proses itu.

Another Way [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang