Ruangan yang dindingnya bernuansa putih itu tampak sunyi, namun di iringi backsound yang berasal dari sebuah monitor.
Di atas ranjang terdapat seseorang yang terbaring sangat nyaman tanpa merasa terganggu. Tidak lama terdengar suara pintu yang baru saja di buka. Muncul seseorang yang menatap pasien yang tampaknya lebih bahagia untuk memejamkan matanya.
Sosok itu perlahan menutup pintu dan melanjutkan langkahnya dan memilih duduk di sebuah kursi yang sudah tersedia di sana. Airmata mulai menetes dari mata itu saat tangan yang tampak lemah itu digenggamnya erat. Pandangannya tampak kosong karena tidak kuat menahan tangisnya menatap tubuh lemah itu.
"Sampai kapan kau ingin tertidur terus, Sayang?" ujarnya menatap sendu tubuh yang betah tidur itu. Membuat orang yang baru saja membuka pintu ikut sedih.
"Marcus, kau harus segera bangun, Cucuku sayang!" Hana, sosok yang membuka pintu itu menoleh ke belakang saat mendengar tangisan dan memeluk wanita yang sangat di cintai putranya. Ya benar, seseorang yang sedang duduk disamping ranjang pesakitan Marcus adalah Lily, sang Nenek.
Mendengar ada suara isak tangis dibelakangnya, Lily segera menoleh dan kini mendapati menantunya tengah memeluk Catherine. Wanita lanjut usia itu berdiri dan terkejut saat wanita muda itu berlutut padanya. Begitu juga Hana yang semakin mengeluarkan tangisnya.
"Apa yang kau lakukan, Sayang?" Lily membantu Catherine berdiri dan langsung memeluknya erat.
"Maafkan aku, Nenek! Karena diriku, Marcus oppa harus merasakan ini semua." Lily menggeleng dan memilih membuat jarak, lalu menghapus air mata yang mengalir di pipi tembam itu.
"Kau tidak bersalah, Sayang. Ini sudah takdir yang sudah digariskan oleh Tuhan. Jadi calon cucu menantu Nenek ini tidak boleh menangis. Itu bisa berdampak pada kandunganmu, Sayang."
Ingat pagi panas yang dilewati Marcus dan Catherine saat kapal pesiar singgah di Haiti? Ya benar sekali.
Kegiatan itu kini menghasilkan sesosok janin yang sedang bersemayam nyaman di perut Catherine. Usianya menginjak 2 bulan 2 minggu. Itu yang dikatakan Felicia, dokter kandungan yang memeriksa Catherine ketika Hana menemani wanita itu 3 hari yang lalu.
Awal mereka mengetahui Catherine mengandung karena wanita itu selalu mual dan sering sekali pingsan. Belum lagi dia memaksakan dirinya untuk menjaga Marcus, membuat tubuhnya kurang asupan gizi karena merasa bersalah atas tertembaknya Marcus.
William dan Rose yang mengetahui putrinya hamil tentu tidak akan terkejut dan marah lagi setelah mendengar semua pengakuan dari keponakannya Venus, serta Edward yang nyatanya turut menjelaskan segalanya.
Saat ini kedua orang itu hanya membiarkan Catherine memilih kebahagiaannya sendiri dan tentu itu terletak pada Marcus yang notabenenya adalah cucu lelaki keluarga Roger.
"Apa kau sudah makan, Sayang?" tanya Lily mengalihkan pembicaraan mereka dan gelengan lemah di perlihatkan Catherine.
"Sebelum kemari aku sudah mengajaknya ke cafetaria rumah sakit, Ibu. Tapi Catherine tidak ingin makan apapun," jawab Hana dengan cepat. Lily menghela nafas lirih.
Catherine menunduk. "Sebenarnya aku ingin makan Jajangmyeon dan Jjamppong, Ibu. Tapi itu harus di masak oleh Marcus oppa sendiri."
Kedua wanita beda usia itu menatap sedih Catherine yang tengah memandang ke arah ranjang Marcus dengan pandangan amat sendu.
Hana sangat mengerti akan keinginan Catherine yang memang sedang dalam fase mengidam itu. Tentu saja, karena Jajangmyeon dan Jjamppong yang merupakan makanan khas Korea Selatan itu adalah makanan kesukaan putranya sendiri.
KAMU SEDANG MEMBACA
Destiny Marco in Love Sea ☑️
RomanceKeluarga Houston menerima perjodohan putri tunggalnya dengan seorang politikus muda bernama Edward Louis. Catherine yang memang menyayangi kedua orang tuanya menyetujui hal itu. Untuk merayakannya, keluarga Louis mengadakan pesta di atas kapal mewa...