Di sisi jalanan lain, 2 pasangan itu menikmati pemandangan yang tersaji di sepanjang mata memandang. Salah satu pria itu hanya bisa menggeleng saat melihat kekasihnya sedang sibuk memilih-milih souvernir yang langsung di cobanya. Mencari souvernir yang cocok untuk di beli atau tidak.
"Bisakah kita pergi saja dari sini, Spencer?" tanya Andrew dan Spencer hanya mengendikan bahu. Karena kesal dengan ketidakpedulian pria itu, membuat tangan Andrew langsung mendarat sempurna di kepala Spencer.
"Yaaaa!" Spencer mengelus kepalanya yang berdenyut-denyut karena pukulan pedas itu. "Kenapa kau memukulku, Andrew bangsat?"
"Aku kesal denganmu, Spencer. Makanya, seharusnya pertanyaanku itu kau jawab dengan kata-kata. Bukan dengan endikan bahu begitu."
Spencer membalas hal serupa yang di lakukan Andrew padanya tadi dan membuat lelaki berparas tampan itu menjerit. "Itu terserahku mau menjawab atau tidak."
"Kau—"
"Hei tampan! Kenapa kalian saling beradu otot begitu?"
Andrew dan Spencer saling memandang satu sama lain saat mendengar kalimat tersebut dan kemudian mengarahkan pandangan mereka kepada suara seorang wanita di belakang mereka yang sedang berdiri sambil mengumbar senyum yang manis.
"Apa kita saling mengenal?" tanya Andrew dan wanita cantik itu tersenyum malu saat dirinya di tanya. Pria tampan itu meminta pendapat Spencer melalui tatapan mata. Tetapi pria tampan yang bekerja sebagai detektif itu menggeleng, seraya mengendikan bahu tidak paham.
"Nona, kau ini... normal?"
Kalimat pertanyaan yang baru saja keluar lagi dari bibir Andrew membuat wanita itu menganga lebar dan Spencer tertawa melihat wajah shock wanita yang ada di hadapan mereka ini. Pria itu bersyukur karena di saat seperti ini, kekonyolan Andrew menyelamatkan mereka.
"Kau... Dasar gila!" Wanita itu berujar dengan kesal dan mencoba menampar Andrew. Tetapi di halangi Stefany yang datang cepat dari arah belakang, di ikuti Venus.
Kedua gadis cantik itu merasa jika kekasih mereka tidak berada di belakang dan ternyata benar apa yang mereka rasakan. Rupanya kedua pria itu sedang bersama seorang wanita asing. Jelas saja Stefany marah saat melihat prianya ingin di tampar wanita jelek itu.
"Lepaskan tanganku, Nona!"
Stefany tersenyum sinis. "Untuk apa aku melepaskan tanganmu di saat kau hendak ingin menampar kekasihku."
Wanita itu membalas tidak kalah sinisnya. "Ternyata dia kekasihmu. Aku pikir dia masih sendiri. Makanya itu aku ingin mengajaknya minum bersama di cafe sana," tunjuknya ke sebelah barat dan memang ada sebuah cafe dan bar yang memang menjadi idaman ketika berada di Haiti.
"Kau sudah bosan hidup, hah?"
Sebelum tangan Stefany mendarat di pipi wanita itu, Andrew dengan cepat menghalangi dan langsung membawa gadisnya menjauh dari wanita yang sedang mengumpat di belakang mereka. Venus dan Spencer langsung mengejar pasangan itu saat tatapan mata wanita gila yang menurut Venus mengarah pada mereka.
"SIALAN!"
***
"Kenapa kau menjauhkanku, Andrew? Apa kau tidak terima jika wanita itu aku beri tamparan?" Melihat kekasihnya yang marah padanya, Andrew langsung mempersempit jarak di antara mereka.
"Bukannya begitu, Sayang. Tetapi, untuk apa kau memberikannya tamparan di saat aku dan Spencer saja tidak mengenalnya," jawab Andrew dan di angguki Spencer.
"Jangan menatapku begitu, Venus Fransisca! Wanita itu saja yang tiba-tiba menggoda kami. Sedangkan kami? Tentu saja kami masih mengingat jika kami berdua ini sudah memiliki kekasih yang sangat cantik," lanjut Spencer dan Venus mengangguk setuju.
"Aku tidak marah, Spencer oppa. Karena aku tahu jika kalian tidak mungkin mau menggoda wanita sana-sini. Tapi jika tadi itu adalah Francis dan Shawn, aku akan setuju. Karena mereka berdua itu adalah playboy cap tikus."
Mereka bertiga tertawa mendengar ucapan Venus. Spencer yang gemas langsung memeluk gadisnya erat, seraya memberi kecupan di pipi Venus. Stefany yang awalnya marah pun langsung memeluk tubuh pria tampannya dan Andrew membalas dengan mengelus rambut panjang tersebut.
"Tetapi, hal itu tidak berlaku untuk Marcus. karena dia adalah...."
"BAJINGAN TENGIK!"
Mereka semua berteriak saat menyambungkan kalimat Andrew barusan. Tetapi Spencer langsung meminta mereka untuk diam. Karena bodyguard Marcus yang tersebar di mana-mana bisa mendengar ucapan mereka.
Stefany melepaskan pelukannya dari Andrew. Lalu berjalan ke depan seraya menghirup udara disekitarnya. "Sebenarnya aku masih kurang setuju dengan ide sepupumu itu, Andrew. Tetapi jika sudah terlanjur cinta, apapun akan di lakukan."
Andrew mengikuti langkah kekasihnya itu. "Dan kita sebagai orang terdekat dari kedua belah pihak hanya bisa mendukung saja, Sayang. Dan lagi, Marcus baru pertama kali merasakan cinta. Sudah pasti apapun akan dia lakukan untuk mendapatkan wanita yang di cintainya, yaitu Catherine."
"Dan dia sudah berhasil menjadikan sepupuku menjadi wanita pagi ini," ungkap Venus. Spencer yang paham jika gadisnya masih shock dengan kejadian pagi tadi langsung mengelus tangan Venus begitu lembut dan di sambut senyuman manis gadisnya.
"Jika begitu, maafkan sahabat kami itu ya, Sayang?"
Venus seketika menatap Spencer dengan cepat. "Untuk apa meminta maaf, Spencer oppa? Justru aku merasa senang ternyata Catherine bisa bahagia jika bersama Marcus oppa."
"Aku juga setuju denganmu, Venus. Catherine tidak pernah merasa se-bahagia ini sebelumnya. Dekat dengan seorang pria pun sangat jarang. Bahkan Catherine masih di bilang kaum polos. Padahal dia sudah tumbuh menjadi wanita yang cantik dan seksi."
Andrew terkekeh mendengar pernyataan gadisnya itu. "Dan gadis seperti itu yang Marcus cari."
"Sudahlah. Lebih baik kita pantau saja mereka." Semuanya mengangguk setuju dengan ucapan Spencer.
***
"Sayang, kau melamun?" Catherine yang sedari terdiam karena memikirkan ucapan bibi penjual Bananes Pesées tadi terkejut saat merasakan sebelah tangan Edward sudah bertengger di pinggangnya.
"Hah? Apa?" Pria itu gemas saat melihat kepolosan sang tunangan. Dengan cepat, Edward memberi kecupan di pipi itu. Catherine terpaku mendapatkan perlakuan seperti ini. Tetapi sebisa mungkin, dia menerima semua itu.
"Kau cantik di saat merona seperti ini."
Catherine teringat dengan ucapan pria yang sudah menjadikannya wanita pagi tadi. Pria itu, pria yang dia kenal dengan nama Marcus Choi pernah berkata demikian. Tapi, apa benar dirinya merona saat di kecup Edward?
"Catherine sayang, kenapa selama kita bersama, kau selalu suka melamun seperti ini?"
Bagi Edward itu adalah sebuah pertanyaan yang di ajukan padanya. Tetapi tidak dengan Catherine yang merasa jika itu sebuah pernyataan yang sangat menjebaknya.
"Maaf, Edward! Aku hanya sedang merindukan para siswaku di Santa Maria," jawabnya dan Edward mengiyakan hal itu. Pria itu benar-benar merasa jika Catherine akan menjadi ibu yang baik untuk anak-anak mereka kelak.
"Setelah dari Haiti, kita akan kembali lagi ke Florida, Sayang. Jadi bersabar ya."
Catherine menganggukkan kepalanya. "Baiklah, Edward." Wanita itu melihat Edward yang sepertinya sedang bingung. "Apa ada yang ingin kau katakan, Edward."
"Ti-tidak, Sayang." Dari jawaban ini, Catherine paham jika Edward sedang ingin mengatakan sesuatu padanya.
"Apapun itu katakan, Edward. Aku ingin kita memulai menjalin hubungan pertemanan
sebelum memulai hubungan sebagai pasangan suami istri yang saling mencintai."Pria itu segera menggenggam kedua tangan Catherine yang berusaha untuk tidak membayangkan jika Edward adalah pria itu, Marcus Choi.
"Sebenarnya aku ingin kau memanggilku dengan sebutan sayang, Cath. Tetapi seperti ucapanmu tadi, sebaiknya kita memulainya dari hubungan pertemanan. Jadi aku tidak akan memaksamu untuk memanggilku sayang."
"Terima kasih, Edward atas pengertianmu."
KAMU SEDANG MEMBACA
Destiny Marco in Love Sea ☑️
RomanceKeluarga Houston menerima perjodohan putri tunggalnya dengan seorang politikus muda bernama Edward Louis. Catherine yang memang menyayangi kedua orang tuanya menyetujui hal itu. Untuk merayakannya, keluarga Louis mengadakan pesta di atas kapal mewa...