Chapter 8 - Tawa di Pulau Cococay

522 75 19
                                    

Pukul 07.00 AM, kapal pesiar Destiny Marco singgah di Pulau Cococay, Bahamas. Pulau ini secara eksklusif menjadi tempat wisata untuk para kapal pesiar lainnya. Di sini terdapat beberapa permainan seperti Thrill Waterpark, Oasis Lagoon dan Splashway Bay, menaiki Balon Udara dengan ketinggian 450 kaki.

Para undangan keluar dari kapal untuk menikmati destinasi yang di sediakan Pulau Cococay. Dapat kita lihat jika ada banyak wisata dari kapal pesiar lain yang juga sedang singgah.

"Ayo, kita ke sana!" ajak Irene sambil menarik tangan Camilla, diikuti Stefany dan Venus. Catherine hanya bisa menggeleng kepala. Sedari kemarin, para temannya itu seakan tidak memperdulikan kekasih mereka yang mungkin juga mencari keberadaan mereka.

Terlebih Camilla dan Venus. Catherine belum melihat batang hidung kekasih 2 temannya itu. Gadis itu tersentak saat ada yang menggandeng tangannya. Ketika menoleh, senyum Edward memenuhi pandangannya.

"Ayo! Aku akan menjadi tour guide dirimu selama perjalanan ini," ujarnya seraya tersenyum kepada calon tunangannya itu.

Catherine menatapnya bingung. Edward mengacak pelan rambut indah itu. "Aku sudah sering singgah di tempat ini. Apalagi saat rombongan politikus melakukan perjalanan destinasi kapal pesiar. Jadi aku sebagai politikus muda juga harus turut ikut bersama." Catherine langsung mengangguk mengerti.

"Sampai kapan kita di sini?"

"Sampai sore, Sayang." Jika di tanya kejujuran, Catherine belum terbiasa mendengar panggilan itu. Tetapi kembali lagi dirinya teringat ucapan pria yang berdiri di sampingnya ini kemarin sore.

Para orangtua yang melihat kemesraan mereka, ikut tersipu. Mereka seperti mengingat waktu muda dulu. Senyum Catherine adalah kebahagian bagi Rose dan William. Putri kecil mereka yang cantik harus bahagia dan mereka berdua yakin, jika Edward mampu melakukan itu.

"Rasanya aku ingin mengulang masa muda." Mereka tertawa mendengar ucapan Darwin. Pria lanjut usia itu memang humoris. Beruntung Lily mendapatkan pria seperti itu.

"Sudahlah. Sebaiknya kita juga harus menikmati semua destinasi yang ada di sini," ujar Richard, ayah Edward.

***

"Bagaimana hasil yang kau dapatkan?" tanya Marcus kepada detektif sekaligus temannya itu. Saat ini mereka sedang berada di cafe. Selagi kapal singgah, mereka ingin membicarakan masalah yang serius.

"Aku menemukan suatu kejanggalan, Marc." Mereka semua yang berkumpul di sana terkejut.

"Kejanggalan apa yang kau maksud?" Kini Andrew membuka suaranya.

"Sesuai perintah Marcus 4 hari lalu, aku langsung melakukan penyelidikan. Aku bertanya pada bagian kepala SDM. Dia membenarkan jika Fred memang meminta izin pulang ke Mexico menjenguk ibunya. Tetapi saat para bawahanku ke rumahnya, ibunya mengatakan jika putranya sudah kembali ke Florida. Aku juga mendapatkan keterangan dari orang-orang yang melihat Fred yang pergi menuju bandara. Tapi anehnya, Fred tidak pernah terlihat lagi sejak saat itu. 2 hari sebelum kepulanganmu, Marc, Fred di temukan tidak bernyawa di lantai dasar apartemen yang di tempatinya selama di Florida."

Penjelasan yang di berikan Spencer sangat berbelit untuk mereka yang berkumpul di situ. Namun yang pasti, mereka–terlebih Marcus merasa jika kematian Manager Keuangan di perusahaannya itu memang ganjil.

"Kematiannya sangat mengenaskan. Kepalanya hancur. Dugaan polisi adalah jika Fred bunuh diri dengan cara melompat dari jendela apartemennya. Karena mereka tidak menemukan adanya unsur pembunuhan di sana."

Marcus terlihat berpikir. Pria itu terlihat mengotak-atik ponselnya. Tidak lama panggilan itu tersambung, menyebabkan mereka yang duduk di sana terdiam.

Destiny Marco in Love Sea ☑️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang