"Kenapa di jurusan ini nggak ada cewek sama sekali? Bosen elah!" keluh salah satu teman Haryan di kelas. Namanya Septawan Pramana, kerap dipanggil Sesep.
"Pagi-pagi udah ngeluh, apalagi siang-siang," komentar Tirot yang sekarang sedang merebahkan diri di atas meja, "di kelas ini jelas nggak ada cewek. Kalaupun ada satu orang, pasti digeser ke jurusan lain."
"Makanya ayo, jalan!" Tiba-tiba, Kaisar Nando Gibrata yang notabenenya adalah cowok paling ganteng sekaligus playboy kelas kakap tentu selalu menjadi pengajak utama jalan keliling sekolah. Di kelas, dia kerap disapa Kakang.
Seisi kelas Haryan memang suka mengacak nama panggilan tiap anggotanya. Seperti panggilan Tirot, nama aslinya adalah Tirto Adjie Cahyono.
Haryan yang baru datang itu mendengarkan pembicaraan mereka. "Gue ngikut lo Kang," katanya sambil berjalan masuk dan meletakkan tas ke sembarang arah.
Tirot yang sedang rebahan itu tiba-tiba terbangun melihat penampilan Haryan. Dia merasa ada sesuatu yang berubah sejak tiga bulan belakangan ini. "Heri, lo mandi nggak, sih?"
Haryan sontak mengernyit. "Ya mandi, lah!"
Tirot memegang dahinya, lalu menatap Haryan lagi. "Kayak ada yang berubah."
Haryan memutar bola mata. "Kan, memang banyak yang berubah elah, udah, ayo jalan! Ayo Kang!"
Kakang pun jalan duluan, sedangkan Haryan mengikuti dari belakang. Sisanya, masih ingin bermalas-malasan di kelas.
Namun, beberapa detik kemudian Sesep mengikuti Kakang juga dan berjalan sejajar dengan Haryan. "Bener juga, sih, kata si Tirot. Lo berubah, Yan."
Kakang yang berjalan tergesa itu pun menoleh. "Menurut gue juga."
"Lo iteman belang-belang sekarang, dulu agak sawo mateng rata, gitu," kata Sesep yang hanya membuat Haryan menaikkan sebelah alisnya. "Keseringan main layangan lo?"
Haryan mengangguk. "Yoi."
"Gue kira malah ni anak orang kaya, soalnya oufit pas pertama daftar mahal-mahal kelihatannya," komentar Kakang yang hampir saja membuat langkah Haryan terhenti. "Efek berbaur kali, ya."
Namun, Haryan cepat sadar diri. "Nggak, gue dari keluarga biasa aja." Dia berbohong. Omongannya tadi terdengar bergetar.
"Gue malah kebalikannya. Gue kira Haryan anak kolong jembatan," tambah Sesep, "kayaknya."
Haryan hanya terkekeh dengan terus berjalan mengikuti Kakang yang memimpin. Dia bertingkah seolah tidak ambil pusing dengan pendapat temannya.
* * *
"Masa gue dibilang kayak anak kolong jembatan!" protes Haryan pada Baza dan Tisya yang sedang asik menonton televisi di ruang tamu rumahnya.
Mereka bertiga sedang berkumpul seperti biasa. Rumah Haryan sudah menjadi basecamp bagi mereka sejak lama. Jadi inilah kesempatan Haryan untuk bercerita.
Baza menegakkan tubuh dari sandaran sofa. "Nggak salah, sih, mereka duga begitu."
Tisya mengangguk, pertanda iya. "Nggak kaget gue dengernya."
"Loh, memangnya iya?" Haryan berkacak pinggang dan berdiri di hadapan kedua temannya, menghalangi televisi.
Serempak Baza dan Tisya menjawab sembari menggeser tubuh ke kanan dan ke kiri, "Iya."
"LOH?!" Haryan menyeka rambutnya ke belakang. "Dari mananya?"
"Gue rasa, semuanya," kata Tisya yang dibarengi anggukan kepala Baza.
KAMU SEDANG MEMBACA
Buku Harian Haryan
Teen Fiction(WATTYS WINNER 2021 Kategori YOUNG ADULT) (#4 Fiksiremaja 24/5/24) Tersasar ke Jurusan Otomotif di SMK membuat Haryan berbaur hingga gaya pakaiannya disebut seperti anak kolong jembatan. Hal itu membuat banyak cewek yang menolak Haryan, tetapi saat...