32 - Ruangan Gelap

6.1K 1.4K 78
                                    

Baza masuk ke dalam rumah Haryan dengan tergesa. Dengan tiga tiket di tangannya, Baza melangkah mantap menuju ruang tamu rumah. Ketika sampai, tepat sekali dia menemukan Haryan menonton televisi sambil memakan mi instan. 

Haryan yang ingin menyuapkan mi ke dalam mulutnya itu terdiam sebentar, melihat kehadiran Baza yang membeku tepat di depan televisi. "Kenapa Ja?"

Baza menghela napas. "Lo makan mi terus."

"Ya ampun, kayak bokap gue aja lo." Haryan menurunkan piringnya dan meraih botol minum di ujung meja. "Kenapa, sih, lo tadi? Ampe buru-buru banget gue liatnya."

Baza menunjukkan sebuah tiket berwarna jingga yang dipadukan dengan biru. Ada beberapa gambar orang di sana dilengkapi dengan tulisan "Sebelum Senja Permata". Haryan kontan merebut tiket itu dari Baza dan mengamatinya cukup lama. 

"Mau nonton teater?" 

Baza hanya menaik turunkan alisnya. "Lo kenal Rangga? Itu loh, yang sering jadi sutradaranya Gang Apollo."

Haryan mengernyit, terdiam sebentar sambil mengingat. "Gang Apollo itu kumpulan anak SMA yang suka bikin film pendek, kan, ya? Sekarang channel Youtube mereka udah mencapai satu juta subscribers kalau nggak salah."

"Iya."

"Oh, kalau itu kenal gue. Rangga yang pake kacamata kalau malem, kan?" tanya Haryan lagi untuk memastikan. "Terus, Gang Apollo itu yang sering ngajak kerja sama bareng lo, kan, untuk syuting film?"

Baza mengangguk. "Iya, kebetulan Rangga anak teater. Malam ini pentas di balai desa. Satu Gang Apollo dateng. Gue diajak nonton."

Haryan kembali menyuapi dirinya mi. Cukup lama dia mengunyah seraya mengamati ekspresi Baza. Ada sesuatu yang ingin cowok itu sampaikan. Setelah mengunyah, Haryan berbicara lagi, "Oh, jadi lo mau ngajak gue sama Tisya buat nonton gitu? Biar nggak kesepian di antara keramaian, lah, ya."

Lagi-lagi Baza mengangguk. "Makan cepat. Sebentar lagi sesi pertama mereka pentas bakal dimulai."

Haryan melotot, lantas mempercepat sesi makannya. "Loh, kok mendadak? Kebiasaan, pasti si Tisya udah siap. Gue dibiarkan buru-buru."

"Kalau gue rencanain dari jauh-jauh hari nanti malah wacana doang gara-gara lo berubah pikiran," balas Baza yang sudah tahu selanjutnya akan dihadiahi cengiran oleh Haryan. 

* * *

Haryan, Baza, dan Tisya memasuki aula balai desa yang gelap gulita. Banyak penonton yang menyalakan senter ponsel masing-masing untuk mengatur posisi duduk di lantai ruangan yang hanya dialasi sebuah terpal. Haryan terkesima melihat ruangan yang sangat gelap ini, di depan ada sebuah panggung yang belum bisa ditebak bentuknya seperti apa, itu berarti sedang dirahasiakan oleh para pembuat acara.

Ternyata begini rasanya menonton teater. Sedikit menakutkan saking gelapnya. Apalagi kalau sampai dia terpisah dari kedua temannya. 

"Yan!"

Haryan kikuk, ternyata dia sudah terpisah jauh dari Baza dan Tisya. Sontak dia kembali berlari ke ujung ruangan untuk menghampiri sahabatnya itu. 

"Kak Haryan! Lama tidak bertemu dengan daku." Seseorang menghalangi Haryan untuk melangkah ke kedua sahabatnya. Kalau tidak lupa, Haryan ingat nama cowok yang juga berambut ikal ini adalah Geraz, anggota Gang Apollo. 

"Geraz bukan, sih?"

"Mon maap, ane Kepin." Kevin tersenyum masam.

Haryan terkekeh di tempat. "Lupa, lupa, ya ampun. Lo sama Geraz mirip-mirip. Ini juga kebetulan gelap banget."

Buku Harian HaryanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang