22 - Sudah Berakhir

7.4K 1.7K 177
                                    

Praktik Kerja Lapangan atau PKL telah berakhir. Di hari terakhir semua siswa yang magang dan karyawan di Bengkel Sejahtera berfoto bersama, termasuk Haryan, Sesep, dan Tirot.

Haryan memajang foto itu di dinding kamarnya, lengkap dengan bingkai agar dapat dikenang baik-baik.

Kali ini, saatnya masuk sekolah. Tanpa jeda atau benapas dari pengalaman PKL, Haryan dan teman-teman langsung disambut dengan ulangan semester. Pusing? Tentu.

Seperti tak terasa, walau sangat berasa, Haryan akan naik ke kelas XII. Itu berarti masa-masa indahnya di SMK ini hanya tinggal satu tahun lebih saja, lagi.

Segera, Haryan akan merasakan yang namanya pendidikan keras ayahnya sebagai penerus perusahaan. Untuk itu, Haryan harus bahagia di tahun-tahun terakhir bersekolah.

Termasuk, tahu alasan Rilda menatapnya.

Sabar Haryan!

Seminggu lagi maka dia pasti akan sering bertemu Rilda, tanpa dicurigai siapa pun.

Termasuk Baza yang mulai curiga.

* * *

"Class meeting kedua lagi akhirnya!"

Seluruh anggota OSIS dari kelas X berteriak heboh karena akhirnya dapat bertugas lagi di momen favorit. Walau kali ini tidak ada lomba yang terlalu berat, setidaknya mereka terhibur dan tidak hanya tegang menunggu di kelas untuk hasil nilai dan pengumuman remidi.

Haryan hari ini membawa kameranya, tidak lupa mengajak Baza agar cowok beralis tebal itu tidak terus-terusan galau kehilangan pacarnya.

Baza masih belum bisa move on dari Aunia, pacarnya yang pernah ditegur Haryan karena sikap dan penampilannya seperti mayat hidup. Aunia selalu tidur di mana pun dan tak peduli waktu, seolah tak niat hidup. Haryan turut prihatin dengan Baza yang mau direpotkan. Sampai akhirnya, Baza pun kehilangan cewek itu, yang kabur entah ke mana hingga saat ini. Menyisakan luka dan penyesalan mendalam untuk Baza.

"Ja, lo ambil foto di sana! Gue ambil sini!" titah Haryan pada Baza yang mengiakan saja tanpa protes.

Sementara berpencar mencari momen pas yang bisa difoto, ada beberapa siswa-siswi yang menjadi peserta lomba meminta Haryan untuk memfoto mereka. Hal ini sudah sangat sering terjadi di hidup Haryan.

Haryan lakukan saja dengan santai. "Oke semuanya, satu, dua, tiga!"

"Lagi, Kak, lagi!" Tiba-tiba lima orang datang untuk bergabung dan berfoto bersama, membuat Haryan terpaksa mundur agar semua orang terlihat dari kamera.

"Iya. Siap ya? Satu...." Haryan tak sengaja menginjak kaki seseorang yang berdiri membelakanginya. "Aduh!" Matanya tertuju pada sepatu olahraga berwarna abu-abu itu. Cepat-cepat Haryan mendongak. "Maaf-maaf!"

Pemilik sepatu abu-abu menoleh ke Haryan dan mengangguk. "Nggak pa-pa, nggak pa-pa," balasnya sambil merangkul cewek yang berdiri di sebelahnya, membelakangi Haryan.

Haryan tersenyum ke cowok itu. Wajahnya tak asing, karena mereka memang pernah satu sekolah di SMP, tapi tidak pernah berkenalan sebab keduanya di kelas yang berbeda. Haryan dulu di kelas D, sedangkan cowok yang namanya sudah terlupakan itu di A.

Haryan kembali fokus ke kameranya dan mengambil gambar para peserta yang sudah lelah berpose itu.

"Kak, agak cepet ya!"

"Iya!" Haryan mengangkat tangannya. "Satu, dua, tiga!"

"Yang, ayo ke sana! Kasihan dia lagi motoin orang." Suara cowok pemilik sepatu abu-abu tadi terdengar di telinga Haryan.

Buku Harian HaryanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang