"Rilda!" Haryan berusaha mengatur napasnya yang memburu selama melangkah ke cewek yang sedang menoleh itu.
Ketika langkahnya sudah sejajar dengan Rilda, Haryan bertanya lagi, "Ba-bawa motor?"
Rilda mengangguk. "Kayak biasa."
Haryan menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. "Gue pengin nanya, nih. Tapi enggak di sini. Bisa?"
"Hm?" Rilda melempar pandangan ke arah parkiran. "Kayaknya kalau sekarang enggak bisa dulu, deh, Kak. Gue ada janji sama...."
Mata Haryan mengikuti arah pandang Rilda. Tepat di depan parkiran ada seseorang yang menunggu dengan berkacak pinggang. Lagi-lagi itu Candra. Haryan jadi mengerutkan alis melihat cowok itu.
"Candra!" panggil Haryan cukup nyaring karena langkah keduanya belum terlalu dekat. "Halo, apa kabar bro?"
Tak bohong, Haryan mengakui sekali bahwa Candra itu orang yang ramah pada dirinya.
Cowok dengan jaket berwarna biru tua yang tersampir di bahu itu pun membalas sapaan Haryan, "Halo, Yan! Baik gue, mah. Lo sendiri?"
Haryan manggut-manggut. "Baik. Aman." Langkahnya terhenti tepat di depan Candra, sedangkan Rilda sudah melangkah melewati mereka.
Sontak, Candra menarik satu lengan Rilda dan mendekatkan mulutnya ke telinga cewek berambut panjang itu. Dia membisikkan sesuatu.
Haryan pura-pura batuk, lalu menatap keduanya. "Wah, balikan lo berdua?" tanyanya tanpa basa-basi, diusahakan dengan nada sebahagia mungkin, seolah jika pertanyaan itu benar, Haryan terlihat menjadi orang yang paling ikut berbahagia.
Padahal, tidak!
Kalau sampai itu benar, Haryan akan mencabik-cabik kedua orang itu sekarang. Bisa-bisanya dia dibalap lagi. Ah, mengapa mendekati Rilda seperti yang dikatakan Tisya ternyata tidak semudah itu?
Please, nggak balikan.
Please, nggak usah balikan!
Please, jangan, protes batin Haryan.
Haryan menatap Candra yang saling bertukar pandangan ke Rilda.
Aduh, iya kayaknya ini.
Aduh, kayaknya mereka memang balikan.
Alah, udahlah, balikan mereka ni, batin Haryan pasrah sudah.
"Enggak," jawab Rilda sambil menyerahkan kunci motornya pada Candra, kemudian berjalan masuk parkiran.
Candra yang ditinggal oleh Rilda itu tersenyum ke Haryan sambil menggenggam kunci motor. "Doain aja ya, Yan."
Haryan membalas senyuman masam itu sambil melihat kepergian Candra dari hadapannya, menyusul Rilda di depan motor, lalu pulang bersama.
Saat motor Rilda yang dikendarai oleh Candra lewat di depannya, Haryan hanya mampu melambaikan tangan.
Rahang cowok berambut ikal itu mengeras, tangannya pun mengepal kuat. Sepertinya, omongan kosongnya yang diucapkan di depan Baza lebih baik ketimbang berharap lagi ke Rilda.
Haryan lebih baik mengikuti saran Baza yang harusnya menikmati masa tahun terakhir sekolah dengan baik.
Tiba-tiba dari belakangnya, bahu Haryan ditepuk, membuatnya menoleh cepat. Ada Baza dan Tisya di sana, sepertinya sudah mengamati Haryan sejak tadi secara diam-diam.
"Jangan bilang." Haryan lanjut berjalan menuju motor di parkiran sebelum dua orang itu menghakiminya.
Baza hanya menghela napas ketika mendapat tatapan tanya dari Tisya. Sewaktu motor Haryan lewat di hadapan mereka, cowok berambut ikal itu bukan menyapa, melainkan malah memacu motornya menuju rumah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Buku Harian Haryan
Fiksi Remaja(WATTYS WINNER 2021 Kategori YOUNG ADULT) (#4 Fiksiremaja 24/5/24) Tersasar ke Jurusan Otomotif di SMK membuat Haryan berbaur hingga gaya pakaiannya disebut seperti anak kolong jembatan. Hal itu membuat banyak cewek yang menolak Haryan, tetapi saat...