"Haryan!" teriak Tisya yang baru saja masuk ke dalam rumah besar Haryan. Dia berlari sangat cepat menyusuri ruang tamu dan ruang tengah yang besarnya seperti aula sekolah sambil terus meneriakkan nama Haryan.
Begitu langkahnya sampai di ruang makan, dia menemukannya. "Demi apa lo masuk OSIS?!" tanyanya gemas sambil memukul meja. "Kok nggak bilang-bilang gue, sih?"
Baza yang tertinggal di belakang hanya dapat menggelengkan kepala melihat aksi berlari kesetanan Tisya itu. Dia bersandar pada pintu masuk dapur dan menunggu respons Haryan yang masih melahap sereal.
"Yan, jawab!"
"Iya-iya!" Haryan selesai makan. Cepat-cepat dia meraih susu coklat dan meneguknya sampai habis. Setelah itu, dia berdiri dan terdiam.
"Kenapa?" Tisya bertanya.
"Sebentar."
Sedetik kemudian, Haryan bersendawa membuat Tisya refleks menjauh dan berseru heboh tentunya. Hujatan bahwa Haryan jorok, tidak ada tata krama, dan bukan seperti anak orang kaya keluar dari mulut cewek yang mengenakan bando kucing kali ini.
Haryan hanya tertawa saja, lalu buru-buru keluar dari ruangan walau masih dibayang-bayangi teriakan Tisya. Dia belum bisa menjelaskan secara rinci karena kemah LDK––Latihan Dasar Kepemimpinan––akan diadakan sebentar lagi. Pukul dua dia sudah harus berada di sekolah, sedangkan waktu sudah menunjukkan pukul setengah dua. Haryan tidak ingin terlambat.
Ketika langkahnya sudah sampai di ruang tengah, sudah ada Bi Darmi di sana dengan tas perlengkapan kemah Haryan. Cepat-cepat cowok itu menyampirkan di bahunya dan menyalami Bi Darmi.
"Nanti kalau Mama tanya, bilang aja Haryan emang mau cari kegiatan sama pengalaman ya, Bi? Usahakan, Haryan jangan sampai dijemput sebelum waktunya pulang. Haryan nggak mau kelihatan kayak anak manja." Haryan kemudian melirik Baza dan Tisya. "Kalian berdua juga, biasa aja kalau gue cari kegiatan. Jangan heboh gitulah!"
Baza menunjuk Tisya. "Gue biasa aja. Dia yang berlebihan."
"Ih, Baja!" Tisya menggerutu.
"Tis, Tis, lo nggak usah sok imut gitu mentang-mentang baru pake bando kucing. Geli gue," tegur Haryan, lalu langsung berlari menuju pintu utama rumah saking takutnya mendapat sambaran Tisya.
Jangan tanya Baza sekarang harus apa, dia ditinggal lagi.
Sesampainya di pintu utama, napas Haryan mulai tercekat. Berlari dari ruang tengah rumahnya ke pintu utama, rasanya seperti berlari keliling lapangan sekolah dua kali. Ketika suara Tisya sudah terdengar tak jauh, Haryan semakin tergesa-gesa keluar dan kontan masuk ke mobil yang sudah disediakan Pak Santo.
Tisya yang terlambat hanya mampu melihat kepala Haryan yang duduk di kursi belakang.
Cowok itu menoleh dan sempat menunjukkan ekspresi kemenangannya yang membuat Tisya semakin jengkel.
Baza kini sudah berdiri di sebelah Tisya. Walaupun jalan santai, langkahnya lebar juga, hingga berhasil menyusul dalam waktu dekat. "Mau pulang Tis?"
"Haryan bakal kembali hidup-hidup nggak ya dari pelatihan OSIS?" tanya Tisya balik, masih setia menatap mobil yang berjalan keluar pekarangan rumah itu. "Masalahnya, dia lari dari ruang tengah ke ruang tamu aja ngos-ngosan."
"Bisa kok dia, ngerjain tes OSIS aja lolos. Aman," kata Baza yang sepertinya sangat percaya dengan kemampuan Haryan. "Dah. Lo jangan kayak emak yang ditinggal anaknya merantau. Dia udah gede."
"Tapi dia kemah tiga hari dua malam, loh, Ja!"
"Terus kenapa?" Baza menaikkan sebelah alisnya. "Doain aja dia kuat. Kalaupun dia nggak kuat, paling-paling sakit."
![](https://img.wattpad.com/cover/253238901-288-k555171.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Buku Harian Haryan
أدب المراهقين(WATTYS WINNER 2021 Kategori YOUNG ADULT) (#4 Fiksiremaja 24/5/24) Tersasar ke Jurusan Otomotif di SMK membuat Haryan berbaur hingga gaya pakaiannya disebut seperti anak kolong jembatan. Hal itu membuat banyak cewek yang menolak Haryan, tetapi saat...