Setelah bertemu dengan Pak Rusman, Haryan menyadari bahwa Praktik Kerja Lapangan atau PKL akan dilaksanakan mulai dari bulan Januari. Itu berarti peluang Haryan untuk bertemu Rilda dan mencari alasan tatapan itu hanya sekitar tiga minggu saja.
Bisa-bisa, Haryan tak akan mendapatkan jawaban apa pun, atau pikirannya akan terus terbang ke sekolah bila tak bisa bertemu dengan Rilda. Setidaknya, walaupun berpisah untuk PKL, Haryan ingin tahu alasan tatapan itu apa.
Nekat, Haryan menghampiri Raja, teman Baza di Jurusan Multimedia. Mungkin saja cowok itu tahu beberapa fakta tentang Rilda. Tanpa ragu dan malu, Haryan langsung menghalangi Raja yang ingin melangkah keluar dari gedung jurusan.
"Weh, Haryan!" Raja langsung merangkul cowok berambut ikal itu, tanpa curiga. "Gimana Yan kabar lo? Sehat?"
Haryan mengangguk. "Iya sehat. Hm, Raja...."
"Eh Baja gimana ya keadaannya?" tanya Raja tiba-tiba, membuat Haryan mengurungkan niat. "Gue harap anak itu baik-baik aja, sih. Lo udah jenguk belum?"
"Nggak boleh, kan? Dia mau sendiri dulu." Haryan melepas rangkulan Raja. "Gue mau tanya, nih."
Raja menggaruk kepala sambil berkata, "Duh, lagi males diwawancara gue kalau nggak ditraktir."
Haryan menatap malas ke teman kelas Baza itu. Bisa-bisanya dia mengambil kesempatan di tengah waktu genting seperti ini. "Ya udah, ayo dah, janji ya lo jawab yang bener!"
"Emang nanya apaan, sih? Seserius itu muka lo mau nanya ke gue. Masalah Baja juga ya? Atau Aunia? Atau keterlibatan Tisya sebelum Baja ditinggal Aunia?"
Haryan mengernyit. "Dih, berita dari mana lagi itu?" Dia berdecak sebal. "Gue cuma mau nanya, lo kenal, kan, sama Rilda?"
Dua alis Raja terangkat. "Iya. Kenapa memangnya? Emak gue sama emaknya sama-sama jualan di pasar."
Sontak Haryan mengerjapkan mata. "Di-di pasar?!"
Raja mengangguk. "Kenapa lo? Nggak pernah liat pasar? Oh iya lupa, anak sultan ya. Mau jajan tahu krispi aja harus ke mall."
"Ngawur!" Haryan menyiku Raja. "Gue mau tanya doang. Soalnya si Rilda pas jadi model poster mukanya dapet banget—"
"Oh itu!" Raja menyela omongan Haryan lagi. "Wajar, sih, soalnya Rilda emang sering fashion show gitu. Mana, dia kalau foto memang mukanya model banget. Nggak kehabisan gaya, kayak udah terlatih, lah. Dia dari kecil memang udah dididik modelling kayaknya."
Haryan manggut-manggut. "Oh gitu. Berarti Rilda ini sering lomba fashion show? Catwalk?"
Raja mengangguk. "Iya. Dari kecil. Pialanya sampe banyak. Dia suka lomba fashion show di mall-mall pokoknya."
"Terus?"
"Ya udah, menang."
"Nggak, bukan itu maksudnya." Haryan menghela napas. "Dia ikut lomba di mana lagi?"
Raja menyipitkan mata. "Kenapa lo tanya? Hayoloh, naksir ya?"
Haryan langsung melangkah cepat, menjauhi Raja. "Nggak jadi traktir ah, kalau main suudzon begitu."
"Eh iya Yan, iya. Maap!" Raja mengejar Haryan. "Duh, sorry, elah! Jangan batalin traktiran gitu, dong. Kasihani gue, orang susah."
Padahal tebakan Raja sebelumnya sudah benar. Tumben Haryan bisa terbebas dari tatapan mengintimidasi dan dapat membuat lawan bicara merasa bersalah.
Padahal, setiap kali berbohong, tampang Haryan duluan yang akan tampak merasa bersalah. Sehingga, semua kebohongan yang diucapkannya selalu aneh ataupun ketahuan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Buku Harian Haryan
Teen Fiction(WATTYS WINNER 2021 Kategori YOUNG ADULT) (#4 Fiksiremaja 24/5/24) Tersasar ke Jurusan Otomotif di SMK membuat Haryan berbaur hingga gaya pakaiannya disebut seperti anak kolong jembatan. Hal itu membuat banyak cewek yang menolak Haryan, tetapi saat...