"Mau ke mana lagi lo Yan?" tanya Tirot pada Haryan yang lagi-lagi berjalan keluar kelas dengan sebuah kamera DSLR dalam genggamannya.
"Pertemuan OSIS bentar," jawab Haryan cepat setara dengan langkah kakinya menuju ruangan kelas baru di ujung gedung Jurusan Multimedia.
Ada rapat guru dan orang tua siswa, membahas pembayaran SPP dan uang komite sekolah. Kali ini, sebagai anggota OSIS seksi bidang 9 Haryan dan timnya bertugas menyiapkan Power Point yang akan dipresentasikan ketua OSIS mengenai kelanjutan event sekolah, persiapan proyektor LCD, dokumentasi, dan publikasi.
Setelah selesai mempersiapkan peralatan dan perlengkapan untuk presentasi, Haryan keluar ruangan bersama Zafri untuk mengabadikan momen.
Haryan bertugas mengambil gambar, sedangkan Zafri mengambil video. Setelahnya, mereka serahkan ke tim publikasi yang akan menyebarkannya ke media sosial milik sekolah dan OSIS.
Acara berlangsung dengan lancar bagi Haryan, walau ini adalah rapat pertamanya bertugas. Dia senang sekali bisa mengabadikan setiap momen penting. Mulai dari sambutan kepala sekolah yang ramah, ketua komite yang dengan segala rencana, dan ketua OSIS yang jago public speaking. Jangan lupakan juga momen foto candid orang tua yang datang.
Kesenangan Haryan bertambah dua kali lipat, karena sebelum rapat ini dia mendapatkan hadiah dari ayahnya berupa kamera Nikon DSLR D5300 seharga 6.750.000 rupiah untuk memperdalam hobi dan minatnya.
Haryan jadi semakin semangat mengembangkan diri, tak peduli apa kata orang. Terserah. Mau Haryan dibilang anak Pak Hartanto Baratama, anak Bu Rianti Rukmana, anak tunggal banyak warisan nan sangat beruntung, terserah. Dia tak mau menghiraukan.
Untungnya semua anggota OSIS juga menerima Haryan yang akan membawa kamera pribadinya setiap ada kegiatan. Lumayan, mereka juga mau foto-foto. Ya, sebaliknya sama, Haryan juga terima saja dengan senang karena bisa membuat orang ikut senang.
Setelah selesai, para panitia dari OSIS di rapat pertemuan orang tua siswa ini, berkumpul untuk foto bersama.
"Wis, Mas Harry bawa kamera ke mana-mana udah, nih!" goda Pak Seno yang mewakili Pak Hartanto dan Bu Rianti di rapat kali ini.
Haryan tertawa kecil. "Pak Seno mau difotoin?"
"Ayo, ayo! Sama Mas Harry sekalian. Lumayan, Mas. Nanti dicetak ya, kirim orang di kampung," kata Pak Seno yang membuat hati Haryan seketika berdesir.
"Baja!" Satu teriakan Haryan itu berhasil memancing Baza yang baru saja turun dari tangga kelas, hendak nimbrung. Dari kejauhan pun, aura Baza seperti sudah tercium di hidung Haryan. Jadi pantas saja jika timing-nya terlihat sangat pas. Insting Haryan untuk mencari Baza itu kuat, begitu juga sebaliknya.
Haryan langsung menyerahkan kameranya ke sahabatnya itu. "Fotoin!"
Baza mengiakan saja, selagi Haryan dan Pak Seno berpose ria. Tiga kali foto dia ambil dan seketika dia salah fokus ke salah satu cewek yang berjalan dengan lesu ke arah kantin.
"Ini." Baza menyerahkan kamera ke Haryan.
"Eh, lagi Ja, lagi! Gue sama Pak Seno mau coba gaya lompat itu, nah. Lo fotoin yang pas ya," pinta Haryan yang melirik Baza terpaku pada satu orang. "Ja, sebentar aja!"
Baza terpaksa mengiakan lagi, biar Haryan puas dan tidak makin banyak permintaannya.
Setelah itu, Baza pergi mengamati Aunia si cewek lesu bak mayat hidup ke arah kantin, sedangkan Pak Seno selaku kepala penjaga kembali ke rumah Haryan lagi untuk bekerja.
"Haryan!" teriakan Julian terdengar.
"Apa?" tanya Haryan sambil melihat foto-foto di kameranya. Hasil tangkapan Baza memang selalu tidak mengecewakan.
"Sini, foto bareng!" Seluruh panitia yang sudah mengatur formasi foto itu melambai ke arah Haryan.
Buru-buru Haryan nimbrung ke arah mereka dan memberikan kameranya ke salah satu siswa berseragam Jurusan Multimedia. Dia mengambil posisi duduk di bawah, bersiap foto.
Mula-mula mereka berfoto gaya formal. Selanjutnya, mereka berfoto gaya sembarangan tak tahu tema. Pokoknya asik dan sangat heboh.
Setelah puas, gantian Haryan yang mengambil gambar. Semua teman barunya tetap berpose ria, tak kehabisan gaya seperti Haryan yang hanya mampu mengacungkan ibu jari atau dua jari ke udara berulang kali.
"Oke, ganti lagi. Satu, dua, ti... ga!"
Satu gambar heboh dengan gaya yang menyerupai bajak laut dan kapalnya terabadikan. Haryan jadi heran, sebenarnya mereka panitia dari OSIS atau kelompok drama?
"Lagi, Yan, lagi!" pinta Yeni di pojokan. "Oke, girls, tunjukkan muka fierce kalian!"
Di foto selanjutnya para cewek bergaya bak finalis Asia's Next Top Model, membuat Haryan jadi semakin bingung. Mereka mau foto sebanyak apa kalau bergaya saja tak pernah kehabisan?
"Udahan, udahan, capek gue! Gaya kalian nggak abis-abis." Haryan mengalihkan kameranya ke gedung-gedung sekolah, mengambil gambar dengan metode yang dia pelajari di buku jurusan milik Baza, tepatnya buku Simulasi dan Komunikasi Digital saat kelas X.
Haryan nyaman mempraktikkannya, sampai di saat kameranya tak sengaja menangkap gambar seorang cewek yang sedang menatap dari kejauhan.
Benar-benar momen tak terduga. Foto itu terambil begitu saja, bahkan sebelum Haryan sadar bahwa Rilda sedang berdiri di sana. Tatapan misterius itu belum juga hilang, masih dilakukan Rilda walau sudah pernah bertemu Haryan.
Rilda yang kepergok Haryan pun mengalihkan pandangan dan lanjut berjalan naik ke kelasnya di lantai dua gedung Jurusan Multimedia.
Haryan tersenyum seketika mendapati ide dalam kepalanya. Kalau Haryan selalu menjadi orang yang mendokumentasikan momen OSIS, berarti dia juga bisa mendokumentasikan tatapan Rilda itu?
Bukannya apa, hanya bertujuan sebagai bukti bahwa Rilda memang sering menatapnya. Bukan untuk dikenang dengan sejuta kerinduan.
Lumayan, sebagai barang bukti ke Baza dan Tisya kalau mereka tidak percaya dengan cerita Haryan yang ditatap Rilda dari kejauhan.
Haryan tiba-tiba terpikirkan ide lebih aneh. Tidak ada yang tahu jodoh Haryan siapa selain Tuhan, bukan?
Bisa saja Haryan iseng menuliskan kalimat di foto Rilda yang akan dicetaknya, seperti:
Ini bukti foto yang Papa tangkep waktu Mama kamu cari-cari perhatian.
Haryan langsung menertawai dan menggelengkan kepalanya, agar pikiran ngawur itu lenyap seketika. Namun, tindakan itu justru membuat para panitia yang asik berfoto bubar dan merebut kamera dalam genggaman Haryan.
"Apa? Apa? Foto apa yang lucu?"
"Ada foto aib ya, mana?"
Haryan merebut kembali kamera itu dari tangan Jono. "Woi, privasi!" Cepat-cepat dia mengutak-atik kameranya lagi dan menghela napas kasar.
Untungnya foto yang diutak-atik barusan hanya foto mereka, bukan foto Rilda. Bisa habis Haryan kalau ketahuan menangkap gambar Rilda diam-diam.
"Kalian mau foto lagi nggak?" tawar Haryan untuk mengalihkan suasana.
"Iya, iya, iya!" Semuanya langsung mengatur formasi untuk kembali berfoto ria, seperti orang yang tidak pernah melihat kamera di dunia.
Memori pada kamera Haryan bisa-bisa penuh foto mereka.
Dan foto Rilda.
Kalau ada.
__Buku Harian Haryan__
KAMU SEDANG MEMBACA
Buku Harian Haryan
Fiksi Remaja(WATTYS WINNER 2021 Kategori YOUNG ADULT) (#4 Fiksiremaja 24/5/24) Tersasar ke Jurusan Otomotif di SMK membuat Haryan berbaur hingga gaya pakaiannya disebut seperti anak kolong jembatan. Hal itu membuat banyak cewek yang menolak Haryan, tetapi saat...