45 - Sampai di Titik

12.1K 1.7K 121
                                    

10 tahun kemudian.

Setelah acara selesai dan sesi foto berjalan lancar, seluruh model kembali ke ruang make-up dan hair-do. Termasuk Rilda yang saat ini mengenakan dress berwarna hitam dengan rambut palsu yang panjangnya hingga selutut.

Rilda yang telah menjadi juara sebuah kompetisi model nasional pada tahun 2026 lalu, kini mendapat kesempatan untuk menjadi juri tetap pada kompetisi tersebut di tahun 2029. Setiap hari dia memiliki agenda yang sangat padat. Ada banyak episode dalam kompetisi yang berbentuk reality show itu; mengharuskan Rilda syuting, datang ke studio, dan make-up setiap hari.

Begitu acara selesai, Rilda bersama juri yang lain kembali ke ruang make-up untuk sekalian mengganti kostum. Saat para make-up artist dan asisten membantunya melepas semua properti yang ada di tubuh, Rilda sempat mendengar mereka membahas nama orang yang sudah jarang terdengar di telinganya.

"Mbak Rilda udah denger belum kalau Pak Haryandio Baratama itu ngadain kegiatan donasi besar-besaran untuk penghuni kolong jembatan kemarin?" tanya Melisa, sembari membantu Rilda melepas mahkota silver yang dia kenakan.

"Oh ya, say? Wow! Lama juga nggak denger nama Haryan masuk berita," balasnya sambil mengecek berita utama pada ponsel. "Ada dong beritanya. Sering diejek seperti anak kolong jembatan semasa SMK, Haryandio Baratama, CEO muda, start-up Saindranika tertangkap diam-diam sedang menggalang dana untuk penghuni kolong jembatan. Mantep juga, diejek anak kolong jembatan di jaman SMK, sekarang jadi orang yang rajin galang dana."

"Caranya nampar ejekan pas SMK keren juga ya, Mbak. Nggak mau diliput lagi." Melisa membantu Rilda melepas wig sepanjang lutut. "Namanya sedekah."

"Dari dulu, kan, Pak Haryan memang enggak mau diliput kalau soal galang dana begitu." Arni, dari tim busana menyahut sembari merapikan seluruh pakaian para juri kompetisi.

Rilda terdiam sebentar, seketika teringat kembali dengan kalimat yang pernah mereka ucapkan sepuluh tahun yang lalu.

"Jadi, kita tetap berteman dan jumpa lagi pas sukses?"

"Ya, kita tetap berteman aja dulu dan jumpa lagi pas sukses."

"Mbak Rilda kalau udah bahas Pak Haryan biasanya memang langsung diam," tegur Arni setengah terkekeh melihat perubahan sikap Rilda.

"Ya gimana enggak, crush dari jaman SMK say, sampai sekarang nggak jadi-jadi karena sibuk cari cuan," timpal Melisa.

"Mbak Rilda itu nungguin Pak Haryan yang sudah siap atau enggak. Masalahnya nggak dilamar-lamar. Mau ngarep apa jadinya? Beliau kebanyakan ghosting lagi. Mbak Rilda deserves better, bisa aja cari yang baru, tapi masalahnya lagi, ini Pak Haryan, woi! Dilema berat mau stay atau cari yang baru," jelas Arni yang sudah hapal mati segala curhatan percintaan Rilda.

Satu ruangan tertawa. Banyak berdeham bersamaan menggoda Rilda. Oh, ayolah, ini di ruangan make-up. Bukankah harusnya mereka membicarakan hasil photoshoot peserta? Sekarang malah membahas hal terkait dirinya. Yang dibicarakan langsung kembali ke mode awal, yakni mode cerewet santai yang terlihat sangat profesional bahkan setelah acara yang melelahkan.

"Eh, bukan ghosting, loh. Dia sempat ngabarin kalau dia sibuk sama proyek baru. Capek juga kali nungguin eike yang ambis di dunia permodelan, akhirnya nambah proyek baru," bela Rilda.

"Cewek karir memang susah dikejar bos!" Revalina, juri kompetisi model yang lain ikut menyahut. "Hati-hati tetangga lu makin berisik, Ril."

"Eh iya, tetangga gue emang berisik banget. Makanya gue pindah rumah." Rilda masuk ke dalam ruang ganti pakaian dan keluar dengan pakaian kasual serba biru, tetapi masih menggunakan high heels. "Mereka bilang gue perawan tua, lah; nggak ada yang mau, lah; terlalu banyak bertingkah, lah. Capek, deh."

Buku Harian HaryanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang