06 - Ajak Makan

12.8K 2.5K 264
                                    

Berulang kali Haryan ditinggal gebetan. Kejadian ini bukan hanya saat Haryan menyukai Livia. Rata-rata perempuan di angkatan kelas X alias kelas 1 SMK yang Haryan lirik selalu menghilang begitu saja.

Ada yang udah jadian duluan, menolak langsung, mengatakan bahwa dia tak mau didekati Haryan duluan, sampai ada yang menolak dengan alasan bahwa dia sudah dijodohkan dengan seseorang.

Sepertinya Haryan tak akan mendapatkan masa-masa penuh warna asmara dalam SMK. Dia hanya akan menjomlo sampai lulus.

Sudahlah, Haryan mau fokus saja belajar.

"Yah, elah, gitu doang? Masih belum parah," tutur Tirot saat mendengar Haryan yang curhat ditinggal gebetan beberapa kali. "Sekali-sekali ajak makan coba, Yan. Lo, kan, banyak duit."

Haryan menghembuskan napas kasar. "Kalau nanti jadi matre, gimana?"

"Alah, traktir makan aja, tuh. Nggak usah berpikir negatif dulu." Tirot merangkul Haryan. "Siapa cewek yang lo lirik kali ini?"

"Anak Akuntansi." Haryan mengerjapkan mata. "Namanya Wulan."

"Oh, gampang aja itu. Tawarin makan sana. Pas istirahat. Dijamin, bisa."

"Emang lo pernah?"

"Enggak, sih."

Saran yang tidak meyakinkan.

* * *

Sekitar empat bulan di Jurusan Otomotif membuat Haryan bisa menyesuaikan. Untuk pelajaran secara teori Haryan bisa, tapi untuk praktik jangan ditanya, dia sedikit kesusahan.

Namun, Haryan punya trik sendiri agar dirinya tak terlalu mendapatkan ranking bawah. Bahkan dia bisa masuk ke lima besar. Intinya, dia harus memerhatikan guru, bertanya bila ada yang mau ditanyakan, dan menjadi murid aktif yang rajin mengerjakan tugas. Maka guru-guru akan senantiasa membantu Haryan bila kesulitan.

Yah, itulah salah satu manfaat di Jurusan Otomotif bagi Haryan. Dia mudah menonjol karena jarang ditemukan murid sepertinya. Namun, tak jarang juga Haryan mendapat hukuman karena baju kusut, rambut ikal panjang, dan sepatunya.

Namun, di balik itu semua Haryan bahagia sekarang. Dia bisa menerima takdirnya. Dia sudah tak takut juga jika dihadapkan dengan siswa Otomotif yang omongannya kasar dan terkesan membentak.

Haryan kuat sekarang. Walau pikirannya masih suka terbang ke sana, ke mari, dan tertawa.

Masalah persekolahan sudah, sekarang tinggal masalah asmara yang katanya bisa membuat masa putih abu berwarna. Haryan membutuhkan itu, jauh di dalam hati. Biasalah, remaja pada masanya.

Sekarang dengan mengikut saran Tirot, Haryan melangkah ke gedung Jurusan Akuntansi dengan yakin menghampiri sekelompok siswi yang sedang duduk di teras depan kelas.

Para perempuan itu lebih tepatnya sedang memakan bekal bersama sambil bergosip ria.

"Eh eh, Wulan, itu si Haryan dari kelas Otomotif mau ke sini, kan?" Celotehan itu sampai ke telinga Haryan, membuatnya makin percaya diri melangkah ke kelas Jurusan Akuntansi. Kali ini, saran Tirot harus terjadi.

"Eh iya, itu Haryan."

"Duh kenapa, sih, dia nggak pernah rapi?" Komentar salah satu siswi di kelompok itu, membuat Haryan hanya tersenyum kecil. "Kenapa gayanya selalu kayak anak... duh, sorry ya, kayak anak nggak diurus, nggak punya duit, butek?"

"Kayak anak kolong jembatan kata orang, ups."

"Parah, eh!"

Kali ini terlihat wajah Wulan memerah mendengar komentar temannya itu. "Apa jangan-jangan dia memang orang susah ya?"

Buku Harian HaryanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang