Sudah sebulan babak baru dalam kehidupan Haryan dimulai. Untuk agensi dan start-up fashion milik mamaya akhirnya diambil alih oleh Rilda. Ya, setidaknya itu sedikit mengurangi beban pekerjaan Haryan. Hari-hari pikirannya penuh dengan perkembangan perusahaan. Ternyata menjadi pemimpin tak semudah yang dia kira.
Saking sibuknya, jam tidur pria itu terkadang terganggu. Dia banyakmenghadiri meeting, memimpin pengembanganstrategi perusahaan, menetapkan tujuan strategis bisnis, mengambil keputusan,membaca sekaligus menerima banyak laporan dan mengorbankan jam tidur demi mencapai sebuah target perusahaan.Selain pekerjaan, Haryan juga harus membagi waktu untuk dirinya sendiri sepertiwaktu berolahraga, kegiatan keagamaan, membaca buku; dan juga melakukan quality time dengan keluarga.
Pantas saja dulu ayahnya sangat membebaskan Haryan dalam memilih jalan dari SD hingga SMK. Karena memang setelahnya, hidup Haryan akan diambil alih dan didedikasikan sepenuhnya untuk banyak pekerjaan. Kerja, kerja, kerja. Haryan lupa rasanya menghabiskan waktu karena berbosan ria dengan mencorat-coret buku hariannya.
Sekarang, saat jam makan siang, Haryan menyempatkan diri untuk pulang ke rumahnya. Ya, rumahnya yang besar bak istana itu. Dia masih menjadi pewarisnya, tinggal bersama orang tua dan Rilda. Kepulangannya ke rumah di jam seperti ini alasannya sepele, hanya untuk melihat keadaan orang tua yang sedang menikmati masa tua dan Rilda. Itu pun kalau Rilda ada di rumah, kalau tidak, ya Haryan hanya berbincang sebentar dengan orang tua.
Melihat mereka bahagia dan berbangga setidaknya cukup membuat beban hidup Haryan menjadi terasa ringan.
Pria dengan kemeja biru tua itu berjalan ke ruang kerjanya di rumah dan melihat setumpukan buku di atas nakas. Masih ada waktu sekitar setengah jam sebelum dia balik lagi ke kantor. Kebetulan Rilda tidak ada, alias tidak ada yang bisa diajak berbincang ria hingga tetawa, maka Haryan putuskan untuk merasakan yang namanya berpura-pura tidak ada kerjaan, sekali lagi.
Buku harian Haryan adalah buku yang sangat dia ingin baca ulang kembali terus-menerus. Haryan kontan meraih dua buku yang berwarna merah itu di tumpukan buku-buku lamanya.
"Lama nggak bermonolog, kawan." Haryan tersenyum sembari mendudukkan diri di kursi dengan padangan tertuju ke tulisan berantakan saat SMK. "Nama gue Haryan." Pria berusia 29 tahun itu tersenyum membaca tulisan lama.
"Mirip kata harian, tapi karena orang tua kelewat kreatif jadi pake Y bukan I." Haryan meletakkan bukunya ke meja, ingin memberikan tambahan sedikit. "Gue punya banyak panggilan dulu. Mulai dari Haryan, Ryan, Harry, dan Heri. Haryan biasanya dipanggil sama orang yang mau susah-seneng sama gue. Ryan biasanya dipanggil sama temen SMP. Untuk Harry, itu cuma panggilan keren aja dari Bi Darmi dan pembantu rumah, biar mereka ngerasa ngasuh anak blasteran Harry Potter dan Harry Styles member boyband One Direction, tapi sebagian temen SMP ada yang manggil gue Harry juga. Oh ya, panggilan ini jadi panggilan gue selama merantau ke luar negeri.
"Untuk Heri... haha, itu panggilan dari Tirot. Bentuk lokal dari Harry. Orang Indo, kan, kalau nyebut nama 'Harry' bakal kedengeran jadi 'Heri'. Anyways, Tirot sekarang udah jadi kepala bagian di bengkel yang gue bangun sekitar tiga tahun lalu. Gue bangun bengkel buat apa ya pas itu?" Haryan menegakkan tubuhnya, menanggapi pertanyaannya sendiri. "Oh ya, gue pengin nambah lapangan kerja buat temen-temen Otomotif, sekalian buat jadikan tempat PKL di SMK Wardana Adibasra. Gue nggak tega ngelihat mereka PKL nyebar ke mana-mana sampai ada yang keluar kota, keinget gue yang dulu pasrah aja mau PKL di mana pun. Gue pengin memudahkan mereka aja." Haryan meraih pulpen dan mencatat apa yang baru saja dia katakan di lembar belakang.
"Untuk Baja sama Tisya." Haryan berhenti menulis. "Baja sekarang udah jadi orang yang keren juga. Dia punya dua usaha. Percetakan bokapnya sama studio dia sejak SMK, sekarang dikembangin lagi. Dia buka lapangan pekerjaan untuk anak-anak Multimedia yang baru lulus dan belum ada niatan kuliah. Dia jadi pemimpin yang baik juga, yah walaupun kata orang sekarang dia lebih tegas. Udah bukan Baja yang gampang iba sama orang lagi. Gue kangen banget sama dia, terus terang, udah jarang ketemu saking sibuknya. Kalau Tisya, habis patah hati gara-gara Patru, tu cewek bener-bener fokus ke dirinya. Sekarang, dia jadi asisten manajer perusahaan jasa, jenis pelabuhan peti kemas. Enggak, Tisya sama Baja enggak balikan pas gue pergi. Bener-bener solo, sahabatan, dan saling melindungi aja."
KAMU SEDANG MEMBACA
Buku Harian Haryan
Novela Juvenil(WATTYS WINNER 2021 Kategori YOUNG ADULT) (#4 Fiksiremaja 24/5/24) Tersasar ke Jurusan Otomotif di SMK membuat Haryan berbaur hingga gaya pakaiannya disebut seperti anak kolong jembatan. Hal itu membuat banyak cewek yang menolak Haryan, tetapi saat...