Selama mengambil gambar beberapa siswa berpasangan lainnya, Haryan tak masalah, malah merasa mudah saja menangkap gambar sesuai perintah. Namun, ketika Rilda yang sudah turun maju dan berpose, mendadak tangan Haryan susah diajak kompromi.
Tangan Haryan jadi tremor. Apalagi ketika Rilda menatap ke arah kameranya, tapi kali ini tatapannya lebih berbeda. Tatapan Rilda seolah sudah kenal baik dengan Haryan, tatapan ramah, dan tatapan bahagia.
Sedangkan, siswa yang mendampingi Rilda mengenakan pakaian adat Makassar juga sama. Kalau sudah begini, mereka terlihat seperti pasangan bahagia di hari pernikahan. Selain dilanda tremor, Haryan juga dilanda panas.
Tahan Yan, kudu profesional, batin Haryan selama dia mengambil gambar.
"Haryan kecapekan?" tanya Yeni yang menyadari gerak-gerik kaku Haryan, tak seperti sebelumnya.
Haryan mengerjapkan mata. "I-iya," jawabnya. Dia memang lelah hati, tetapi fisik sebenarnya masih bisa lanjut.
"Coba sini, gue liat dulu hasil fotonya," pinta Aldo sembari mengambil alih kamera Haryan. "Kalau fotonya udah bagus, lo istirahat, dah."
Haryan mengangguk, membiarkan Aldo mengecek hasil fotonya bersama Yeni.
"Tiga foto ini bagus gayanya Rilda sama Riski. Terus, satu ini, angle-nya diambil Haryan juga bagus," komentar Yeni selama Aldo mengutak-atik kamera Haryan.
"Menurut gue, yang full body ini cocok, sih, buat poster, iya nggak?" tanya Aldo pada Yeni.
"Iya, bener. Boleh, tuh."
"Berarti Haryan bebas istirahat," kata Aldo, lalu beralih menatap Haryan yang berdiri di sebelahnya. "Bagus udah, lo boleh istirahat. Pinjam dulu kameranya."
Haryan mengangguk. "Oke." Dia berjalan menuju meja makanan di ujung studio dan mengambil air gelas kemasan di kardus bawahnya.
"Kak, bisa minta tolong ambilkan?" Suara itu membuat mata Haryan membelalak. "Susah, buat ambil minum ke bawah."
Haryan langsung mengambilkan air gelas kemasan itu dan memberikannya ke Rilda. "Ini."
Astaghfirullah tremor! batin Haryan malu dengan kelakukan tubuhnya.
"Makasih," jawab Rilda sambil tersenyum sekilas, lalu berjalan menjauh.
Ini seharusnya menjadi kesempatan Haryan untuk bertanya lagi. Mumpung Rilda tak sekaku saat sebelum ulangan.
"Ril—"
"Kak, tolong ambilkan air minum juga dong." Suara Riski yang menjadi pasangan pakaian adat Rilda, memotong panggilan Haryan.
Buru-buru Haryan mengambilkan air gelas kemasan, memberikannya ke Riski, lalu berjalan mendekati Rilda. Seharusnya ini menjadi momen yang tepat. Lebih baik ditanyakan dengan jarak lebih dekat.
"Assalamu'alaikum, gimana photoshoot-nya?" Tiba-tiba Pak Herman sebagai kepala program Jurusan Multimedia masuk ke studio.
"Wa'alaikumussalam, sudah selesai Pak," jawab beberapa siswa.
Mata Pak Herman tertuju ke Haryan. "Loh? Muka kamu, kok, asing buat saya. Kamu anak baru atau anak jurusan lain?"
Haryan jadi tak bisa menghampiri Rilda yang sedang duduk di bawa Air Conditioner. Dia pun menjawab pertanyaan Pak Herman yang heran, "Saya dari kelas XI Otomotif, Pak."
Pak Herman membentuk mulutnya menjadi O dan manggut-manggut. Dia merangkul Haryan dan berjalan menuju kamera yang dicek Aldo. "Otomotif berapa?"
"Otomotif 2, Pak."
KAMU SEDANG MEMBACA
Buku Harian Haryan
Ficção Adolescente(WATTYS WINNER 2021 Kategori YOUNG ADULT) (#4 Fiksiremaja 24/5/24) Tersasar ke Jurusan Otomotif di SMK membuat Haryan berbaur hingga gaya pakaiannya disebut seperti anak kolong jembatan. Hal itu membuat banyak cewek yang menolak Haryan, tetapi saat...