43 - Harus Tahu

5.6K 1.3K 53
                                    

"Oh jadi cewek yang itu ya?" Rianti bertanya saat Haryan baru kembali menghampirinya. Lagi-lagi, wanita paruh baya itu tersenyum. "Siapa namanya?"

"Eh, eh, Ma!" Haryan terkejut bukan main saat mamanya malah berjalan menghampiri Rilda yang kembali sibuk memotret itu. Bingung harus apa, akhirnya Haryan diam saja, membiarkan mamanya berbicara dengan cewek itu. Berpura-pura tidak terlibat.

Tak lama, suara mamanya terdengar lagi. "Haryan, sini!"

Dengan langkah berat, Haryan menghampiri dua orang yang sedang berbincang itu. Tampak dari wajahnya, Rilda terlihat grogi. Haryan jadi makin tidak enak, refleks menggaruk tengkuk.

"Ini anak Tante, kamu kenal, kan?" tanya Rianti yang dibalas anggukan oleh Rilda. "Gabung ke agensi Tante aja, yuk! Mau jadi model, kan? Selesai SMK ada rencana masuk agensi?"

Rilda mengangguk. "Ada, Tante."

"Tuh, mending gabung agensi Tante aja, sudah kenal juga sama Haryan." Rianti beralih menatap Haryan. "Kamu ini Yan, kok nggak ada bilang ke Mama kalau kamu punya temen yang berbakat jadi model kayak dia. Padahal kemarin-kemarin Mama kesusahan banget cari model yang berpotensi."

"Oh iya lupa, Ma," jawab Haryan, simpel.

Rianti mengeluarkan kartu nama dari dompetnya. "Ini kartu nama Tante, kalau kamu sudah dapat izin dari orang tua seperti yang kamu bilang tadi, langsung telepon aja ya." Dia merangkul Haryan di sampingnya. "Bisa juga langsung hubungi Haryan aja. Yuk, mari! Tante pulang dulu, ya!"

Rilda mengangguk dengan sedikit membungkuk, tak lupa dengan menunjukkan senyum manisnya.

Haryan yang berada dalam rangkulan mamanya itu menggelengkan kepala. "Ya ampun, Ma. Segitunya."

"Loh, nggak pa-pa! Jangan-jangan melalui kamu, takdir dia bagus sebagai model. Lebih baik Mama rekrut sekarang. Dia tinggal minta izin dulu dari orang tua. Kamu juga, kan, suka sama dia," jelas Rianti yang membuat Haryan makin tidak enak hati.

"Aduh, ditahan dong Ma ngomongnya. Jangan keras-keras," tegur Haryan saat mereka sudah sampai di depan mobil.

Dari dalam mobil, Hartanto melirik keluar dan membuka jendela. "Kenapa, Ma?"

Rianti tersenyum tertahan, melepas rangkulannya dengan Haryan, lalu masuk ke mobil. "Itu Pa, si Haryan. Suka sama cewek. Cantik juga. Kalau dilihat, ceweknya ada bakat di modelling. Dari cara jalannya aja kelihatan. Mama rekrut, deh."

"Aduh, aduh, laporan." Haryan mengusap wajahnya, malu, sambil melempar pandangan ke sekeliling lapangan. Tak sengaja, matanya bertemu dengan Candra yang memperhatikannya dari kejauhan.

"Haryan, cepetan, ayo masuk!"

"Sebentar, Ma, Pa." Haryan berjalan menghampiri Candra di ujung parkiran, depan bengkel Jurusan Otomotif. "Kenapa Can?"

Candra mengernyit, lalu tersenyum sambil menggeleng. "Congrats!"

"Congrats apa?"

"Loh, si Rilda belom ngasih tau lo apa?" Candra bertanya balik.

"Ma-maksudnya?" Mata Haryan menyipit. "Rilda mau ngasih tau apa?" ulangnya, sangat penasaran.

Candra menunduk, memasukkan tangan ke dalam saku celana hitamnya. "Oh, belum mau dia berarti. Nggak jadi sudah. Happy graduation, bro. Jumpa lagi nanti!" katanya sambil menepuk bahu Haryan.

"Makasih. Eh, tapi seriusan, dia mau ngomong apa?"

"Nggak jadi," jawab Candra, "gue kira dia bakal confess hari ini."

Buku Harian HaryanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang