•Happy Reading!•
'Perasaanku yang terkena zona gravitasi hingga jatuh sangat dalam dan tidak bisa lagi aku terbang tinggi. Bolehkah jika pusat gravitasiku adalah dia? Yang memberikan manisnya potongan rasa melebihi buah?'
~Tara Aponi Beatrice.•
•
•
Jum'at pagi yang indah dengan menyisakan gerimis dari potongan hujan semalaman menguyur kota Ambarawa. Kota memiliki monumen palagan sebagai salah satu ikoniknya juga merupakan sebuah bukti bagaimana adanya sebuah kejadian bersejarah yang tidak terlupakan.
"Pak Jau, tolong cepat sedikit jalannya," pinta Tara yang was-was dengan angka jam tangan yang padahal baru saja mencapai angka 6.42 WIB.
Suasananya sangat mendukung pagi tadi untuk Tara membersihkan tubuhnya dengan air hangat. Berendam air hangat pagi ini membuat sedikit waktunya tersita. Selain diakui karena terlalu nyamannya melepaskan beban dengan cara seperti itu, tubuh besar seperti Tara juga banyak membutuhkan waktu juga air supaya benar-benar bersih. Sesuatu yang besar memiliki kebutuhan besar juga untuk merawatnya.
"Iya, Non. Ini juga udah cepat, kok."
Jauhari sudah cukup paham dengan tujuan Tara yang memang akrab dengan berangkat pagi-pagi, gadis itu selalu mengantisipasi keadaan dimana ia harus bersinggungan dengan banyak orang.
Namun, keadaaan pagi di kota kecil yang suasananya selalu ramai itu tidak paham akan rencana Tara.
Tidak lama setelah Jauhari memacu mobilnya di jalanan panjang, akhirnya mobil itu meratapi mendekati di dekat sebuah bangunan menimba ilmu. Letak SMA Wijaya Kusuma terbilang strategis yang berada di sisi kanan jalan raya dengan beberapa tempat umum seperti Bank, Supermarket, dan kawasan pasar yang banyak menyuguhkan jejeran penjual kuliner.
Benar saja prediksi gadis itu, pejuang materi pembelajaran atau yang sengaja menghindari hukuman telat telah banyak memenuhi lalu lalang area gerbang dan halaman sekolah saat Tara baru saja turun dari mobilnya.
Tubuh gadis itu sedikit meremang. Ia sudah pernah beberapa kali berada dalam situasi seperti ini, situasi yang baginya kurang menguntungkan. Tara memilih berdiri agak jauh dari pintu gerbang yang dijaga oleh seorang penjaga gerbang juga seorang guru laki-laki yang Tara liat suka di sana setiap paginya.
Diam gadis itu larut bersama tumpukan pikiran. Pandangannya semu pada jalur masuk siswa-siswi. Ia tidak mungkin masuk sekarang, terlalu ramai akan membuat tubuhnya sulit melakukan pergerakan.
"Diam saja tidak akan ada hasil yang memuaskan, gendut!" Rasa terkejut mengetuk keras hati Tara tiba-tiba mendengar seruan pelan dari pemuda yang dibelakangnya.
Gadis yang hari ini mengenakan bando pita merah kecil pada rambutnya yang tergerai membalikkan badannya dengan jantung yang masih berpacu terkejut.
Jantungnya kembali heboh setelah dapat melihat profil wajah orang dalam helm full face hijau yang duduk gagah diatas motor matic berwarna merah dan hitam. Kaki jenjang pemuda itu berlapis dalam Converse sneakers berwarna hitam. Tubuhnya yang cukup berisi terbungkus rapi oleh seragam Pramuka lengkap dengan banyaknya tanda pengenal yang sangat mengagumkan bagi Tara. Seragam yang sama dengan milik Tara, namun banyak perbedaan yang tercipta hanya karena sebuah tanda.
Didukung dengan kacu panjang yang disatukan oleh cincin kacu melilit di leher bajunya. Tara tidak mengelak jika harus mengakui bahwa makhluk didepannya itu tampak keren. Meskipun belum ada banyaknya waktu untuk mengenal Jodhi, ingatan Tara terlampau mudah untuk menyakinkan ciri-ciri fisik di depannya adalah pemuda yang banyak mengambil alih pikirannya itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tubby, I Love You! (Selesai)
Teen Fiction"Jikalau tubuh yang terlihat jauh dari kata sempurna, maka hati yang ku rasa sangat dekat dengan kata luar biasa." -Jodhi Saga Ginanjar Prawira. "Tidak ada yang bisa aku sombongkan, tetapi tidak semua harus aku sesalkan." - Tara Aponi Beatrice * * *...