20|| Me and my brokenheart

132 46 50
                                    

•Happy reading!•

B-)

' Hujan turun ketika awan sudah jenuh menampung air yang diserapnya dari berbagai sumber dan melakukan perpindahan karena dorongan angin. Sistematika yang sama dengan air mata yang akan turun saat hati sudah sangat lelah menahan semua masalah yang dipendamnya. Tidak heran jika saat hujan turun, air mata ikut menyertai dalam pelepasan kesedihan menyambut sebuah pembiasan cahaya harapan dengan uap air kebahagiaan.'

~ Jodhi Saga Ginanjar Prawira.

Patah hati, rindu, dan jatuh cinta merupakan satu paket menguji hati yang pastinya datang melengkapi komponen perasaan seumur hidup manusia juga merupakan proses penguatan diri menuju kebahagiaan yang bukan ilusi. Setiap orang memiliki definisinya tersendiri untuk cinta. Bagi Tara, seorang yang memilukan tembok pembatas dunia luar, orangtua adalah pemilik tahta utama cintanya sedari ia ada. Yang melalui orangtua itu, ia diajarkan untuk mencintai Tuhan dengan kwalitas penuh melebihi cinta apapun yang ada di dunia ini. Karena, mencintai diri sendiri bukan berarti harus tertutup untuk yang lainnya.

Seterusnya hingga ia diberikan keterangan untuk harus mencintai guru yang membawa kita pada kebenaran dan akhirnya membagi cinta kita pada tanah air dan. Semua itu tingkatan dasar yang merupakan pondasi kuat hakekat cinta. Sampai Tara mencoba mencintai sesama hidup, hati tidak bisa terkendali dan melabuhkan minat untuk jatuh dalam pesona lawan jenisnya.

Tapi, pernahkah takdir bertanya padanya, apakah ia siap? Bahkan, gadis itu bisa dibilang hanya mencicipi sedikit rasa manisnya berbunga-bunga karena jatuh cinta. Namun sayangnya, patah hati memang beriringan menyusul kerinduan yang sukar tersampaikan. Mungkin Tara sudah terbiasa merasa patah hati yang bersebabkan hinaan, tapi kalau cinta sepihak? Ini baru pertama kalinya. Ia merasa ini tidak sesuai harapannya saja. Itu bukan berarti Tuhan tidak adil.

"Hei, kau hari ini tidak ikut ke kantin, Ra?" Tanya Anggi pada Tara yang menyibukkan dirinya dengan buku ensiklopedia yang sudah beberapa kali khatam ia baca.

Tara menggeleng pelan. Matanya hanya mampu menatap temannya dengan sebuah senyum tipis. "Tidak, Nggi. Aku akan makan di kelas saja." Senyum yang terpaksa. Karena, sungguh Tara belum bisa melupakan kejadian kemarin tentang pengakuan Anggi untuk Jodhi. Ia sedikit sakit seolah tamparan keras membelenggunya kembali.

"Kenapa tidak ikut ke kantin? Kau yakin disini sendirian?" Kali ini senyuman Tara satu tahapan lebih lebar. Tersenyum tulus seperti cerminan ketulusan rasa khawatir yang Anggi pancarkan untuknya. Setidaknya kali ini ia menikmati keindahan rasa dikhawatirkan seorang teman dekat.

"Aku sudah terbiasa juga, 'kan?"

Keputusan untuk kembali pada kebiasaannya itu sudah ia ambil malam tadi. Ia merasa tidak bersemangat lagi mengunjungi kantin. Atau lebih rahasianya, ia lebih memilih menjauh menata perasaannya kembali seperti apa yang sudah hatinya rencanakan.

"Kau sedang baik-baik saja, 'kan?" Tara mengangguk mengkhianati isi hatinya.

Jikalau Tara diizinkan, Tara mungkin mengatakan jika ketenangan mentalnya agak terganggu beban pikiran. Ia tidaklah baik-baik saja. Namun, kehidupan dan takdir yang diberikan oleh Tuhan selalu yang terbaik bagi hamba-hamba-Nya.

Tubby, I Love You! (Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang