31|| Without You

88 26 22
                                    

•Happy reading!•

'kepergianmu adalah dukaku, kehilanganmu sumber laraku, keberadaanmu hal yang ku rindu, meski ku tahu kita tidak lagi bisa meneruskan kisah kita untuk sebuah akhir tanpa pilu.'
~Tara Aponi Beatrice.
°-°


Mendung duka menyelimuti kehidupan di rumah keluarga Beatrice. Nyonya rumah itu diberitakan telah berpulang ke sisi Tuhannya. Sanak saudara dan tetangga turut berduka cita memenuhi kediaman yang beberapa hari terakhir ini sunyi tanpa adanya kebahagiaan.

Estu merenggangkan nyawanya dikarenakan pendarahan pada otak. Padahal dia akan dioperasi 4 jam kemudian saat itu seandainya masih dalam keadaan bernyawa. Dokter mengatakan tubuh Estu tidak bisa berjuang dengan baik dan sulit menerima efek pengobatan. Banyak beban pikiran membuat kondisinya semakin memburuk hingga tidak tertolongkan. Penyesalan terbesar bagi Hendra yang tidak bisa menjaga Estu dan memberikan kepercayaan kepada istrinya itu agar tidak berpikiran berat.

Namun, takdir terjadi begitu cepat tanpa terduga. Tidak ada yang menyangka apalagi mencegahnya. Hanya tangisan air mata mengiringi kepergian wanita itu untuk peristirahatan terakhirnya.

Tara tidak ikut saat jenazah Mamanya dimakamkan. Jiwa gadis itu terguncang dan syok hingga beberapa kali mengalami pingsan. Bibirnya hanya menyebutkan panggilan untuk Mamanya dan air mata yang membanjiri wajahnya terlihat menyayat hati meski tidak ada kesan histeris gadis itu.

"Mama... Jangan tinggalkan aku sendiri," ratap Tara mengeratkan pelukannya pada foto Mamanya dalam bingkai pigura. Debit air mata yang mengalir kembali deras menunjukkan ketidakrelaan takdir memisahkan mereka pada dimensi dunia yang berbeda. Status sebagai Piatu ia sandang mulai detik dimana Mamanya tidak mengeluarkan deru nafas.

Jangan tanyakan bagaimana perasaan Tara sekarang ini. Kehidupannya seolah berakhir kala itu juga saat kau mengetahui orang yang kau cintai dan sayangi selama hidup tidak lagi bisa bersamamu. Semua ini bencana. Seperti akhir hidupnya. Ia ingin tiada, tapi kenyataannya kehidupan masih mengisi ceritanya. Hidup Tara terus berjalan meski tidak diinginkan.

Salah satu teman mendiang Mamanya segera beralih memeluk erat kepala Tara. Tangannya menepuk-nepuk bahu gadis itu dengan penuh kasih. "Sudahlah, Nak. Ikhlaskan kepergian Mamamu, ya? Biarkan dia tenang di alamnya. Mamamu akan sedih jika melihatmu menderita seperti ini. Tara yang kuat, ya?" Nasihatnya menenangkan hati Tara yang berontak meminta keadilan pada takdir.

"A-aku tidak menyangka j-jika Mama akan meninggalkan ku secepat i-ini, Tante." Tangisan Tara kembali pecah memenuhi ruangan kamar orangtuanya. Gadis itu sedari tadi tidak mau beralih dari ruangan yang biasa digunakan untuk beristirahat Mama juga Papanya. Masih lekat kenangan masa hidup Mamanya di sini.

"Kami juga tidak menyangka, Tara. Mbak Estu orang yang baik. Dia banyak membantu saya selama ini. Jujur saja saya menyesal tidak bisa menjenguknya sebelum dia benar-benar meninggalkan kita. Andai saja saya cepat pulang dari Surabaya waktu itu, saya ingin menemaninya di saat-saat terakhirnya." Tante Yayuk mengusap lelehan air matanya sendiri mengenang masa-masa kehidupan kampus yang dihabiskan bersama dengan Estu.

Kisah hidup Estu di dunia hanya terhenti sampai di sini. Tara sama sekali belum menyangka jika semalam adalah terakhir kalinya ia merasakan pelukan hangat seorang Mama. Terakhir kalinya menangis bersama Mamanya. Mereka juga membicarakan banyak hal dari hati ke hati untuk terakhir kalinya. Tara kini hanya mendapati semua itu sebagai kenangan.

Tubby, I Love You! (Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang